“Misalnya kami dengar ada Vice President (VP) Administrasi Pengadaan Hukum berinisial IV. Jadi pejabat pengadaan tapi diduga tidak memiliki sertifikasi pengadaan. Ini jelas melanggar Perdir No 18 tahun 2023 tentang pengadaan barang/jasa di PLN yang isinya wajib memiliki sertifikasi pengadaan barang/jasa,” beber pria asal Kota Medan ini.
Dan pro hire lain yang harusnya mendapat sorotan, lanjut Yudhis adalah salah satu VP di Divisi TCO berinisial SA. Ia merupakan seorang penulis yang dijadikan Dirut sebagai penyusun naskah pidato.
“Di kalangan pegawai PLN, orang ini santer terdengar terkenal arogan memaksa untuk mendapatkan pelayanan sama seperti yang Dirut dapatkan. Contohnya seperti fasilitas perjalanan dinas, fasilitas komunikasi, fasilitas kendaraan dinas, dan lain-lain yang tidak sesuai dengan jabatannya,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, sambung Yudhis, pro hire satu ini disebut-sebut memiliki hobi membuat proposal permintaan dana ke PLN yang selalu disetujui oleh Corsec atau Sekper PLN yang disinyalir teman dekatnya.
“Diduga, modus pengerukan anggaran PLN yang dilakukan SA ini dengan pengajuan proposal ke PLN yang nilainya cukup fantastis. Artinya, jika ini dibiarkan, berarti Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) dan 4 No’s yang digaungkan PLN hanya slogan belaka,” tandasnya.
Menurut Yudhis, sebenarnya berbagai masalah termasuk menyangkut pidana lewat praktik KKN, masih banyak yang bisa diungkap selama kepemimpinan rezim Darmawan Prasodjo.