Sementara itu, Efriza yang adalah Dosen Ilmu Pemerintahan Universitan Pamulang, Serang mengungkapkan bahwa ketergantungan pada impor tidak hanya melemahkan produksi lokal, tetapi juga menurunkan minat generasi muda untuk menjadi petani. Ia menyarankan langkah ekstensifikasi lahan, intensifikasi teknologi di daerah penghasil pangan, dan literasi keuangan untuk mendukung para petani.
Hal ini selaras dengan apa yang di sampaikan oleh narasumber lainnya Ricky Tamba selaku Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan menyelaraskan target swasembada pangan dengan visi Indonesia 2045, ia menegaskan bahwa kedaulatan pangan merupakan investasi penting untuk generasi masa depan.
Hal ini dapat dilihat dengan keberhasilan melalui pengembangan demplot padi gogo di Subang dan sorgum di NTT serta Jawa Barat, sambil menyoroti potensi kacang koro sebagai bahan baku lokal untuk tempe. Ia menekankan perlunya pengawasan ketat terhadap kebijakan impor yang merugikan petani lokal, kebijakan harga yang lebih adil untuk obat-obatan pertanian, serta dukungan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan lokal.
Terakhir selaku Ketua Umum Tanu Merdeka, Don Muzakir menyoroti pentingnya forum seperti ini sebagai wadah untuk menyampaikan masukan kepada pemerintah. Ia mengusulkan adanya pilot project produksi pupuk organik di Atambua dan pentingnya Brigadir Pangan yang berasal dari masyarakat desa untuk memberikan dukungan langsung kepada petani.