Dari sisi ekonomi, Rani Septyarini, peneliti Center of Economic and Law Studies (CELIOS), menggarisbawahi tren negatif dalam pertumbuhan penerimaan negara. Ia menyebutkan bahwa penurunan ini disebabkan oleh keterlambatan implementasi sistem administrasi perpajakan core tax serta membengkaknya belanja akibat program-program populis Presiden Prabowo.
“Kalau kita bahas pertumbuhan ekonomi, yang paling bisa dilihat adalah pertumbuhan pajak yang kecil, yaitu negatif 27,8 persen dibandingkan tahun lalu. Kemudian pertumbuhan penerimaan bukan pajak negatif 26 persen. Itu kenapa? Ya lagi-lagi karena core tax, peralihan sistem yang membuat pengumpulan pajak jadi terlambat. Selain itu, program populis Prabowo yang menghabiskan banyak anggaran,” ujaranya.
Rani juga menyoroti koreksi target pertumbuhan ekonomi yang awalnya dipatok sebesar 5 persen, namun kemudian diturunkan menjadi 4 persen. Dana Moneter Internasional (IMF), dalam laporan World Economic Outlook edisi April 2025, memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,1 persen menjadi 4,7 persen. Penurunan ini dipicu oleh ketegangan perdagangan global dan perlambatan ekonomi di kawasan Asia Tenggara.
Kepala Bidang Kebijakan Publik PP KAMMI, Arsandi, menyampaikan bahwa diskusi ini bagian dari komitmen PP KAMMI untuk terus memainkan peran sebagai kekuatan moral dan intelektual yang kritis terhadap jalannya pemerintahan. Melalui ruang-ruang diskusi yang terbuka dan berlandaskan data, KAMMI berharap mampu membangun tradisi berpikir strategis serta memperkuat posisi gerakan sebagai mitra kritis negara.