Sekolah Alam An Nahla, Inovasi Pendidikan Berbasis Alam dan Karakter di Bogor

oleh
oleh

Sekolah Alam An Nahla yang berada di Desa Kalisuren, Kecamatan Tajurhalang, Kabupaten Bogor, resmi mengembangkan jenjang pendidikan dasar (SD) untuk tahun ajaran 2025/2026. Sekolah yang berada di bawah naungan Yayasan Jam’iyyatul Mujahidat ini mengusung pendekatan pembelajaran berbasis alam, religius, dan sosial sebagai diferensiasi utama dari lembaga pendidikan konvensional di wilayah urban Bogor.

Ketua Yayasan Jam’iyyatul Mujahidat, Hj. Maria Ulfah Anshor, menyampaikan bahwa transformasi menuju konsep Sekolah Alam telah dirintis sejak Juli 2023 dan diresmikan oleh Ketua Jaringan Sekolah Alam Nasional.

“Kami ingin menghadirkan pendidikan yang menyatu dengan fitrah alam dan memperkuat hubungan vertikal dengan Sang Pencipta serta hubungan horizontal antar sesama manusia. Ini bukan sekadar konsep, tapi menjadi fondasi pembelajaran di An Nahla,” ujar Hj. Maria Ulfah yang juga merupakan Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) ini kepada wartawan, Minggu (8/06/25).

Didirikan pertama kali pada 2009, TK An Nahla telah melalui dua kali proses akreditasi dengan hasil memuaskan. Setelah sempat ditutup pada 2022, sekolah kembali dibuka pada 2023 dengan semangat baru sebagai Sekolah Alam. Dengan luas lahan hampir satu hektare, fasilitas yang dimiliki meliputi ruang kelas terbuka, taman bermain alami, masjid (yang sedang dalam proses renovasi), serta area perkebunan edukatif yang disebut “Green Lab”.

Lilik Suryani, S.Pd, Kepala SD An Nahla, menjelaskan bahwa sekolah mereka memberikan pembelajaran yang tidak hanya berpusat di dalam kelas. “Kami menggabungkan kegiatan Tahfidz, coding, melukis, hingga public speaking sebagai bagian dari program unggulan. Anak-anak tidak hanya diajak belajar, tetapi juga bertumbuh secara holistik sesuai fitrahnya,” katanya.

Ida Siswanti, S.Pd, Kepala TK An Nahla, menambahkan bahwa konsep naturalistik sangat efektif dalam mengembangkan potensi anak. Guru hanya sebagai fasilitator, sementara lingkungan sekitar menjadi laboratorium belajar. “Anak-anak belajar dari daun, serangga, dan sampah organik yang mereka olah sendiri menjadi kompos untuk menanam sayur di kebun sekolah,” jelasnya.

No More Posts Available.

No more pages to load.