Pengurus Pusat Ikatan Wartawan Online (IWO) sangat mendukung langkah Presiden Prabowo Subianto yang bakal mengirim Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka membersihkan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan mengejar oknum internal yang mengambil keuntungan dari BUMN.
Apalagi menurut Prabowo, semua aset negara yang dikelola BUMN jika dikumpulkan nilainya mencapai 1.000 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp16.679.009.100.000.000 atau Rp16.679 triliun (kurs rupiah Rp 16.667).
“PT PLN (Persero) di bawah kepemimpinan Darmawan Prasodjo dan Direktur Legal & Humas Capital Yusuf Didi Setiarto harus menjadi target utama pembersihan guna merealisasikan langkah tegas Presiden dalam pembersihan BUMN dari maling uang negara yang dilakukan secara korporasi,” tegas Ketua Umum IWO H Teuku Yudhistira menanggapi pidato Presiden di Munas PKS, Senin (29/9/2025).
Menurutnya, terindikasi kuat, kerugian dan utang PLN yang terus menggunung hingga mencapai Rp700 triliun lebih, akibat ulah maling yang sudah sangat menggurita di tubuh perusahaan setrum tersebut.
“Jika memang Presiden Prabowo memiliki tekad pembersihan tersebut, pasti kami sangat mendukung. Kami bahkan siap memandu aparat penegak hukum baik Kejagung atau KPK untuk menyelidiki berbagai dugaan korupsi dengan berbagai modus di di PLN dari pintu manapun,” sebut Yudhis, Selasa (30/9/2025).
Sejak awal, Koordinator Nasional Relawan Listrik Untuk Negeri (Kornas Re-LUN) ini meneriakkan selamatkan PLN dari perampok yang cenderung mengejar kekayaan pribadi dari pada membesarkan perusahaan.
Diungkapkan Yudhis, berbagai macam modus dugaan kejahatan korupsi di PLN ini dan rata-rata packaging-nya program besar yang mereka gaungkan untuk membesarkan PLN, nyatanya jauh dari fakta. Sebaliknya, dengan ‘power’ yang mereka miliki, kedua orang dekat mantan Presiden Jokowi yang sempat duduk sebagai Deputi 1 dan Deputi 2 KSP ini, justru terindikasi mengeruk keuangan PLN.
“Keberhasilan apa yang sudah dibuat Darmo dan Yusuf Didi selama mereka memimpin PLN, coba jujur. Yang ada keuangan PLN terus defisit dan hutang PLN terus membengkak,” kecamnya.
Kata Yudhis, sejak awal pihaknya terus menyoroti berbagai dugaan penyimpangan di PLN yang diprediksi membuat negara merugi hingga ratusan miliar.
Dibeberkannya, penyimpangan itu diantaranya penghargaan berbayar, kontrak di divisi komunikasi yang dimonopoli perusahaan tertentu yang kini tengah ditangani penyidik Kortas Tipikor Mabes Polri, dugaan CSR yang tidak tepat sasaran serta menggilanya praktik nepotisme dengan mengatasnamakan profesional hire (prohire) karena yang direkrut rata-rata kerabatnya.
“Dari sekian kasus yang kami dorong ke ranah hukum yang paling mencolok adalah kasus sewa pembangkit dengan daya 3 Giga Watt (GW) senilai Rp50 triliun yang dilakukan PLN,” tegasnya
Untuk diketahui, proses sewa pembangkit yang sebelumnya tertutup rapat ini, mulai tersiar setelah proses sewa berlangsung selama 10 bulan. Kontrak atau sewa pembangkit itu dikabarkan berlangsung selama 5 tahun.