Program pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon-1 masih menghadapi hambatan pendanaan. Padahal, pembangkit berkapasitas 600 MW tersebut telah masuk daftar prioritas percepatan transisi energi nasional.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengatakan pemerintah masih melakukan konsolidasi untuk menentukan PLTU mana yang akan dipensiunkan lebih cepat.
“Cirebon-1 sudah mulai mengerucut, tetapi pendanaannya belum selesai,” ujar Yuliot di Jakarta, Jumat (28/11).
Yuliot menegaskan pemerintah telah menetapkan kriteria prioritas dalam revisi Perpres 112/2022. Pertama, PLTU dengan tingkat emisi karbon yang tinggi. Kedua, pembangkit yang memiliki dukungan pendanaan memadai.
“Kalau pendanaannya tidak tersedia, pensiun dini tidak bisa dilakukan. Kapasitas pembangkit besar, sementara energi baru terbarukan juga masih terbatas,” jelasnya.
Sebelumnya, Kementerian ESDM memastikan rencana percepatan pensiun dini PLTU Cirebon-1 tetap berjalan. Direktur Jenderal EBTKE, Eniya Listiani Dewi, mengatakan pembangkit tersebut dijadwalkan pensiun 10 tahun lebih awal dari kontrak, yakni pada 2032.
“Itu memang rencananya 10 tahun lebih cepat,” kata Eniya di Jakarta, Kamis (19/6).
Percepatan ini juga tercantum dalam RUPTL 2025–2034 dan selaras dengan Permen ESDM No. 10 Tahun 2025 tentang peta jalan transisi energi. Regulasi tersebut mengatur tahapan dari co-firing biomassa, pengembangan EBT, hingga opsi terakhir penutupan PLTU.
PLTU Cirebon-1 sebelumnya telah disepakati untuk dipensiunkan 7 tahun lebih awal melalui mekanisme Energy Transition Mechanism (ETM) Asian Development Bank (ADB). Dalam kesepakatan awal, kewajiban operasi PLTU hanya sampai Desember 2035 dari kontrak semula hingga Juli 2042.
Namun, percepatan tambahan hingga 2032 kini masih menunggu kepastian skema pendanaan. (Sumber: Kumparan)




