Ombudsman Dorong Strategi Nasional Keluar dari Middle Income Trap

oleh -79 Dilihat
oleh

Indonesia telah berstatus sebagai negara berpendapatan menengah sejak 1992–1993 dan hingga kini masih menghadapi tantangan Middle Income Trap (MIT). Kondisi tersebut mendorong Ombudsman RI menyusun kajian komprehensif terkait pengawasan program investasi dan hilirisasi nasional sebagai upaya mempercepat Indonesia keluar dari MIT.

Hasil kajian tersebut diserahkan dalam kegiatan bertajuk Pengawasan Program Investasi dan Hilirisasi Nasional dalam Mewujudkan Indonesia Bebas dari Middle Income Trap yang digelar di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Rabu (17/12).

Wakil Ketua Ombudsman RI Bobby Hamzar Rafinus menyampaikan bahwa kajian ini menjadi terobosan baru karena Ombudsman tidak hanya menyoroti isu layanan publik berskala mikro, tetapi juga mengangkat persoalan makro strategis yang berdampak langsung pada masa depan perekonomian nasional. Dalam kajian ini, Ombudsman juga memperkenalkan pendekatan Epta Helix, yakni kolaborasi tujuh unsur utama: Ombudsman, pemerintah, legislatif, akademisi, pelaku usaha, masyarakat, serta media.

Sebagai keynote speaker, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso memaparkan kondisi ekonomi global dan nasional yang dinilai masih solid. Ia mencatat realisasi investasi Indonesia pada kuartal I–III 2025 mencapai Rp1.434,3 triliun atau tumbuh 13,7 persen secara tahunan.

Menurut Susiwijono, capaian investasi tersebut mencerminkan meningkatnya kepercayaan investor, stabilitas ekonomi dan politik, serta efektivitas kebijakan pemerintah. Kondisi ini dinilai mampu mendorong penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Namun demikian, ia menegaskan bahwa keluar dari MIT bukan perkara mudah. Secara historis, hanya sedikit negara yang berhasil naik ke kategori berpendapatan tinggi. Di Asia, Jepang menjadi negara pertama yang keluar dari MIT, disusul Singapura, Hong Kong, Korea Selatan, dan Taipei. Sementara Indonesia, dengan pendapatan per kapita sekitar USD4.910, diperkirakan baru dapat keluar dari MIT pada periode 2038–2045, bergantung pada laju pertumbuhan ekonomi.

Ia menjelaskan bahwa MIT umumnya disebabkan oleh stagnasi produktivitas, rendahnya inovasi, lemahnya daya saing, serta persoalan struktural dan kelembagaan. Oleh karena itu, reformasi struktural menjadi kunci utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Sebagai bagian dari strategi tersebut, pemerintah memutuskan untuk bergabung dalam proses aksesi Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Keanggotaan OECD diharapkan mampu meningkatkan kualitas tata kelola, memperkuat kelembagaan, serta membuka akses investasi dan perdagangan global yang lebih luas.

Saat ini, Indonesia telah memasuki tahap tinjauan teknis dalam proses aksesi OECD, setelah menyerahkan Initial Memorandum pada Juni 2025 di Paris. Dukungan juga datang langsung dari Sekretariat OECD yang melakukan kunjungan ke Indonesia pada Desember 2025.

Kegiatan ini turut dihadiri sejumlah pemangku kepentingan, antara lain Anggota Ombudsman RI, pimpinan DPR RI, perwakilan kementerian dan lembaga, ekonom, serta pelaku usaha.

No More Posts Available.

No more pages to load.