Apa Yang Harus Dilakukan Pemprov DKI, Solusi Wilayah PadKum

oleh
oleh

Jakarta,  sketsindonews – Warga yang tinggal di pemukiman padat dan kumuh di wilayah DKI Jakarta, apalagi dengan rumah yang sempit terlebih dihuni banyak orang.

Kedua orang tua sebagai kepala rumah tangga lebih senang kalau anak-anak mereka bermain di gang-gang (lorong) atau di jalan.  Akibat tempat tinggal dan lingkungan hidup yang tidak mendukung, maka anak-anak mereka sulit di didik.

Tidur Berjubel

Fenomena kehidupan rakyat jelata yang bermukim di 220 kawasan yang padat, kumuh dan miskin, lebih memprihatinkan lagi karena orang tua, anak, mantu dan cucu tidur bergantian yang mereka sebut sift-siftan (berjubel).

Keadaan tersebut sudah cukup lama berlangsung dan sebagai sosiolog saya sudah sering kemukakan tetapi bagaikan berteriak di padang pasir, tidak ada yang mendengar apalagi peduli, tandas Sosiolog Prof Musni Umar. (23/2)

Pada saat Joko Widodo menjadi Gubernur DKI dan Basuki T. Purnama menjadi Wakil Gubernur DKI, saya sebagai Sosiolog dan Direktur Institute for Social Empowerment and Democracy (INSED) dua kali  menyampaikan presentasi  dihadapan Ahok tentang pembangunan di DKI diantaranya pembangunan Johar Baru.

Untuk meyakinkan pentingnya pembangunan manusia di kawasan yang padat, kumuh dan miskin,  dalam presentasi saya mengikut-sertakan para ketua RT dan Ketua RW di Johar Baru Jakarta Pusat. Ketika ditayangkan kondisi lingkungan di Johar Baru, Ahok mengatakan akan menggusur kawasan tersebut dan memindahkan mereka di rumah-rumah susun.

Sampai Ahok berhenti sebagai Gubernur DKI, kawasan Johar Baru belum sempat digusur dan warganya dimukimkan di berbagai tempat seperti yang dialami warga DKI yang mengalami penggusuran.

Warga Johar Baru Jakarta Pusat,  demikian pula warga DKI yang tinggal di Kebon Manggis, Kebon Melati dan Manggarai sepertinya pola kehidupan yang sama dan ini sudah menjadi fenomena, Tambah Musni sekaligus Rektor Universitas Ibnu Chaldun.

Faktor Pendidikan

Dampak negatif dari mereka yang bermukim di 220 kawasan  yang sangat tidak memadai, telah menimbulkan masalah sosiak diantaranya, pertama,  tidur bergantian di malam hari sebagaimana dikemukakan di atas.

Kedua, anak-anak yang tinggal dikawasan padat, kumuh dan miskin tidak bisa sekolah karena baru bisa tidur di pagi hari.

Ketiga, kalaupun di paksa oleh orang tua dan guru untuk sekolah, di ruang kelas mengantuk seperti ketika mereka diikut-sertakan dalam berbagai kegiatan Badan Kesbangpol DKI, sepanjang malam bermain, ketika acara pemberian materi atau dialog, mereka mengantuk dan bahkan ada yang tidur di ruang acara.

Keempat, orang tua sulit mendidik anak-anak mereka karena sejak kecil yang mendidik dan membesarkan mereka adalah lingkungan. Kalau lingkungan tempat bermain sehat dan kondusif, maka anak mereka baik.  Akan tetapi, yang banyak terjadi adalah sebaliknya.

Kelima, anak-anak yang tinggal dikawasan yang padat dan kumuh, pendidikan mereka pada umumnya rendah, bukan saja karena faktor lingkungan, tetapi kecerdasan dan pendidikan tambahan tidak bisa diperoleh karena orang tua mereka tidak mampu membayar guru les untuk mengajar anak-anak mereka.

Solusi Yang Harus Dilakukan Pemprov DKI

Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi rakyat jelata, maka solusinya diusulkan.  Pertama, sebaiknya segera menata tempat tinggal mereka dengan membangun apartemen sederhana dilingkungan mereka tinggal sebagaimana telah diprogramkan Gubernur Anies dan Wagub Sandi.

Kedua, merombak birokrasi pendidikan di DKI supaya lebih dinamis, sering turun ke bawah (turba), progresif dan peduli pendidikan anak-anak rakyat jelata.

Ketiga, mendayagunakan Ketua RT, Ketua RW, ulama, FKDM, Karang Taruna dan semua elemen di masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan kondusif.

Keempat, memaksimalkan peran lurah dan seluruh perangkatnya untuk bekerjasama dengan semua modal sosial untuk membangun masyakat bawah.

Kelima, menciptakan berbagai program padat karya supaya masyarakat bawah dilibatkan dalam pekerjaan sehingga mereka mempunyai pekerjaan dan penghasilan.

Keenam, para pemuda yang sudah tidak bisa melanjutkan pendidikan karena berbagai alasan, agar diberi kepakaran (ketrampilan) kerja atau bisnis.

Dengan melakukan hal-hal yang dikemukakan, maka program yang dicanangkan Gubernur Anies dan Wagub Sandi harus terwujud bagi penataan kota Jakarta yang lebih humanistik.

reporter : nanorame

No More Posts Available.

No more pages to load.