Jakarta, sketsindonews – Gelombang penolakan terhadap Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor. 2 Tahun.2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Program Jaminan Hari Tua (JHT) terus bergulir. Sejumlah aksi penolakan dari berbagai organisasi serikat buruh mendesak pemerintah untuk membatalkan peraturan menteri ketenagakerjaan (Permenaker) tersebut.
Sekretaris Umum Serikat Pekerja Nasional (SPN),sekaligus Sekretaris Jendral Knfederasi Serikat Pekerja Indonesi (KSPI ) Ramidi Abdul Majid berpendapat bahwa gelombang penolakan terhadap Permenker No 2 tahun 2022 terjadi karena permenaker tersebut tidak sesuai dengan kondisi yang terjadi saat ini. Dan dinilai telah menabrak peraturan diatasnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua ( JHT ).
Permenaker yang membahas tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat JHT tersebut dinilai merugikan, dan menyayangkan langkah pemerintah karena dianggap tidak pro terhadap pekerja dan buruh. Buruh dan pekerja sudah membayar iuran setiap bulannya,giliran mau diambil malah dipersulit dah harus menunggu hingga usia 56 tahun, jika sekarang umurnya 30-an, jadi harus nunggu 26 tahun lagi.
Dana program Jaminan Hari Tua (JHT) mencapai Rp375,5 triliun pada 2021 atau naik sekitar 10,2 persen dari tahun sebelumnya.
Sebagian besar dana tersebut ditempatkan di Surat Utang Negara (SUN) untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Permenker ini seolah-olah sesuai dengan undang-undang, tetapi justru menabrak peraturan pemerintah.
Oleh karena itu, SPN meminta dikembalikan ke peraturan semula,” ujar Ramidi saat ditemui di ruang kerjanya, di DPP SPN Jl.Raya Pasar Minggu No.39 A Pancoran Jakarta Selatan, Jumat (19/2/2022).
Menurut Ramidi, alasan penolakan lainnya, Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) merupakan produk Undang-undang Cipta Kerja, sementara undang-undang ini berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi ( MK ) telah jelas inkonstitusional bersyarat yang disebabkan adanya cacat formal dan perlu segera dibenahi (dalam dua tahun harus segera dibenahi).
Ia menduga terbitnya Permenker ini karena ada kepentingan dan persoalan di tubuh BPJS Ketenagakerjaan. “Saya melihat ada kondisi ketika banyaknya pekerja yang terkena PHK menyebabkan gelombang pengambilan JHT cukup besar. Walaupun diklaim tidak ada masalah dengan kondisi tersebut, lalu mengapa dalam pengambilan JHT dipersulit,” ungkapnya.
Ramidi berharap dan meminta kepada pemerintah untuk tidak mengotak-atik ketentuan yang selama ini sudah berjalan, dan tidak menjadi resiko dimanapun, serta sudah bisa menjadi penopang bagi buruh dan keluarganya.
“Jangan diotak-atik. Jadi cabut segera Permenaker No.2 tahun 2022 ini. Dengan alasan apapun, kami tetap akan menolak jika permenaker tersebut dipaksakan karena nantinya akan muncul kondisi yang tidak kita harapkan,” pungkasnya.
( Shanty )