Oleh: Bachtiar Effendy, Relawan Gibran Raka Idolaku
Menarik sekali untuk mencermati fenomena pencalonan presiden dan wakil presiden 2024, dimana terdapat 2 orang pemuda dalam koalisi calon presiden dan pengawal Indonesia, yang merupakan anak dari mantan presiden dan anak dari presiden. masih menjabat sampai pemilihan presiden. Di sini saya menelusuri proses menjadi sukarelawan sejak tahun 2012, ketika Pak Jokowi mengangkat dirinya menjadi Gubernur DKI, dan pada pemilu 2014, Jokowi mencalonkan diri sebagai presiden.
Saat itu, belum ada partai yang mengumumkan pencalonannya sebagai calon presiden. Saya menggalang dukungan terhadap Jokowi di Provinsi Aceh Darussalam. Terakhir, saat Jokowi diumumkan sebagai calon presiden dari partai tersebut. Kebijakan PDIP dan memenangkan pemilu 2014. Pada mandat selanjutnya, Partai PDIP kembali memilih Jokowi sebagai calon bertahan dan memenangkan pemilu 2019.
Pergerakan kami tidak berhenti ketika pada Pilkada Surakarta, kami mendirikan organisasi relawan Gibran Raka Idolaku untuk mendukung pencalonan Gibran Rakabuming sebagai Wali Kota Surakarta ketika kader senior PDI P kurang begitu antusias dengan pencalonan Gibran.
Namun dalam perebutan pencalonan Rakabuming di Pilkada Surakarta, para relawan terus menggalang dukungan terhadap Gibra Rakabuming, dan kemudian dari partai PDIP merekomendasikan calon Wali Kota Surakarta pergi ke Gibran Rakabuming.
Di sini kita melihat betapa Partai PDIP sangat mencintai keluarga Jokowi dengan memberikan perhatian kepada keluarga muda Jokowi dalam proses politik maju di pemilu.
Jelang Pemilu 2024, pencalonan Gibran Rakabuming sebagai calon wakil presiden dari koalisi maju Indonesia ramai diperbincangkan oleh beberapa media dan masyarakat, karena dalam prosesnya masyarakat menilai sangat aneh ketika Mahkamah Konstitusi mengubah undang-undang tentang pencalonan calon presiden dan wakil presiden dalam pemilu, dan koalisi progresif Indonesia memiliki beberapa calon yang berpotensi menjadi calon wakil presiden. berevolusi dari koalisi Indonesia. Namun pilihan tetap ada pada Gibran Rakabumi yang akan menyusul calon presiden koalisi maju indonesia, mungkin mengingat pemuda disini, menurut saya sangat aneh jika membicarakan pemuda didalam koalisi maju Indonesia, dikarenakan ada sosok muda yaitu ahy yang pernah sudah memelaui pengalaman dengan proses pemilu dan memimpin partai .AHY di saat Pilkada DKI, posisi SBY waktu itu tidak menjabat sebagai presiden, lain halnya dengan Gibran Rakabuming di Pilkada Surakarta dan Pilpres 2024.
Dalam Putusan perkara MK yang sangat fenomenal dikarenakan pimpnan MK masih ada hubungan dalam keluarga belom lagi Pada pemilu mendatang jokowi masihmenjabat sebagai presiden.
Berdasarkan itu saya melihat calon wakil presiden masih belum mumpuni dalam konteks komunikasi politik, karena sebelum mencalonkan diri sebagai wakil presiden, beberapa media tanah air kerap menanyakan kepada Gibran Rakabuming tentang acara pemilu tersebut. ikut jejak digital di mana kita bisa menemukan pernyataan-pernyataan Gibran yang kontradiktif saat memberikan jawaban? banyak tugas yang menentukan kedudukannya sebagai walikota Surakarta, dll.
Faktanya, ketika Gibran Rakabuming menjabat Wali Kota Surakarta, program kerja saat kampanye belum berjalan maksimal, terutama partisipasi generasi milenial dan pembangunan infrastruktur yang menjadi program pemerintah pusat.
Dalam hal ini, masyarakat akan semakin mempertanyakan apakah Jokowi akan menggunakan kekuasaannya untuk merebut Gibra pada pemilu 2024, karena kita akan melihat adanya perombakan pemerintahan dan pergantian panglima militer yang bertanggung jawab untuk memastikan pemilu berikutnya. namun rektornya digantikan oleh mantan Dandim Surakarta. Itu juga bisa dilihat. Saat Jokowi berganti posisi penting di pemerintahan, ia dekat dengan Jokowi.
Sebelum pemilu 2024, 248 penjabat gubernur dan gubernur akan mengundurkan diri dan digantikan oleh pejabat Kementerian Dalam Negeri.
Dengan adanya pemilu yang akan datang, terdapat ketidakpastian mengenai apakah pemilu yang akan datang akan berlangsung adil karena masyarakat takut akan pengerahan polisi/militer, campur tangan dari unit-unit daerah dan pusat, dan pembentukan opini oleh lembaga-lembaga pemungutan suara. Dalam hal generasi milineal yang berpotensi besar 57 persen.






