Jakarta, sketsindonews – Ada sebuah pernyataan Bung Karno terkait dengan gerakan politik, bahwa politik itu adalah satu katanya perkataan dengan perbuatan.
Hari ini, kita menanti sebuah partai Politik yang katanya menerapkan ajaran besar revolusi Bung Karno. Soekarno yang dari mudanya telah berjuang dan mewujudkan cita-cita politiknya bagi bangsa Indonesia, bangsa Nusantara yang sangat dicintainya.
Berbicara Indonesia, berarti kita bicara tentang impian para pendiri republik ini, impian rakyat Indonesia.
Apa sebabnya kita merdeka sebagai sebuah negara bangsa?, Apakah soal keadaan ekonomi saja?, Apakah soal kekuasaan saja?, Apakah soal pribumi dan non pribumi saja?
Soekarno tegas dalam tulisannya mengenai ideologi yang dianutnya tentang sosio nasionalisme dan sosio demokrasi. Sosiologi Nasionalisme adalah faham kebangsaan yang sehat dab berdasarkan perikemanusiaan yang beradab, persamaan nasib, tidak untuk menggencet dan menghisap.
Paham kebangsaan ini lah yang menjadi nyawa, menjadi dasar pokok, dan menjadi bentuk kekuatan rakyat dalam mendirikan bangunan Indonesia Merdeka yang tanpa L’exploitation de nation par nation dan L’exploitation de l’homme par l’homme (penghisapan negara atas negara dan penghisapan manusia atas manusia).
Paham kebangsaan kita tidak boleh membiarkan penindasan, sebuah paham kebangsaan yang tidak rela atau sengaja membiarkan penindasan. Dimana ada sebuah penindasan yang memperkosa hak-hak kemanusiaan dalam berbagai bentuk disitu faham kebangsaan kita harus bangkit melawan.
Saudara-saudara sekalian, sebangsa dan setanah air, hari ini kita telah melihat dan merasakan khususnya masyarakat Jakarta tentang kebiadaban sebuah rezim Ahok-DJarot. Dimana pemimpin tak bisa jadi simbol peradaban kemanusiaan, tidak mengangkat nilai harkat kemanusiaan, berbohong, dan menindas rakyatnya.
Jelas sekali, berdasarkan kriteria ajaran Bung Karno, kepemimpinan Ahok-DJarot telah berkhianat tentang Sosio nasionalisme. Bagaimana dengan Sosio demokrasi berdasarkan ajaran Bung Karno?
Sedikit saya kutip pada Tahun 1933, Bung Karno sudah menegaskan, tujuan Indonesia Merdeka haruslah menuju pada masyarakat adil dan makmur, yang didalamnya tak ada lagi penindasan dan penghisapan.
Artinya, masyarakat masa depan itu di dalamnya tak ada lagi kolonialisme, imperialisme, dan kapitalisme.
Dan demokrasi-masyarakat?
Demokrasi-masyarakat, sosio-demokrasi adalah timbul karena sosio-nasionalisme. Sosio-demokrasi adalah pula demokrasi yang berdiri dengan dua-dua kakinya di dalam masyarakat. Sosio demokrasi tidak ingin mengabdi kepentingan sesuatu gundukan kecil sahaja, tetapi kepentingan masyarakat.
Sosio-demokrasi bukanlah demokrasi a la Revolusi Perancis, bukan demokrasi a la Amerika, a la Inggeris, a la Nederland, a la Jerman dan lain-lain, tetapi ia adalah demokrasi sejati yang mencari keberesan politik dan ekonomi, keberesan negeri dan keberesan rezeki. Sosio-demokrasi adalah demokrasi-politik dan demokrasi-ekonomi.
Peristiwa rezim Ahok-Djarot terkait masalah Bamus Betawi dan persoalan pribadi dengan sejarahwan JJ Rizal yang terkait kepada lembaga budaya HB Jasin. Bukan kah rezim Ahok-Djarot telah menciderai ajaran Bung Karno?
Bung Karno, Tan Malaka dan Muhammad Hatta dalam perjuangan beliau untuk mencapai Indonesia Merdeka banyak mengkritik tentang sistem demokrasi yang terjadi di Eropa/barat.
Pasca keruntuhan kekuasaan feudal, lahirlah sistem demokrasi. Kelihatannya, demokrasi itu membuka ruang bagi rakyat untuk masuk ke parlemen. Bahkan, wakil-wakil kaum buruh juga bisa ikut memerintah melalui parlemen.
Masalahnya, bagi Bung Karno, sekalipun buruh bisa masuk ke parlemen, bahkan bisa menjatuhkan menteri, ia tetap saja tertindas di pabrik. “Ia bisa dilemparkan ke jalanan oleh sang majikan. Menjadi pengangguran,” kata Bung Karno.
Betapapun, dalam demokrasi borjuis, kaum proletar tetap tertindas. Bung Karno pun mengutip pemikiran seorang sosialis Perancis, Jean Jaurès. Katanya, di dalam demokrasi borjuis, semua proses pembuatan Undang-Undang, termasuk pengaturan soal perburuhan, ditentukan oleh kaum borjuis.
Sudah begitu, ungkap Jean Jaures, kaum kapitalis selalu mendominasi parlemen. Maklum, untuk mengikuti pemilihan, setiap orang harus melakukan kampanye dan propaganda. Dan, seperti anda ketahui, dalam masyarakat kapitalis, semua alat propaganda dikuasai oleh klas kapitalis: sekolah, tempat ibadah, surat kabar, universitas, dan lain-lain.
Kaum borjuis pula yang mengontrol produksi pengetahuan. Dengan kekuasaan modalnya, mereka bisa membeli panitia pemilihan. Bahkan, kapitalis juga bisa membeli suara rakyat yang terjepit kemiskinan. Alhasil, tanpa gerakan politik klas buruh yang kuat, parlemen akan dikuasai sepenuhnya oleh kaum borjuis.
Lihat apa yang terjadi, rezim Ahok-Djarot begitu sangat arogan bersikap dan berkata-kata kepada orang-orang yang bertentangan dengan dia harus dibinasakan segera, tanpa bisa melakukan kritik apapun. Dan kebenaran hanya dipegang oleh rezim Ahok-Djarot, masyarakat adalah salah dan rezim ini lebih berbahaya dari pada rezim pemerintahan otoriter Orde Baru.
Sekorup-korupnya orde baru PDI (partai pengusung ajaran bung Karno) tetap dibiarkan ada walaupun ditekan penguasa.
Jadi apakah fungsi negara bangsa ini jika kepemimpinan pemerintahan hanya untuk kelompok tertentu, kelompok Borjuis, kelompok pemilik modal saja?Inikah arti Indonesia MERDEKA?
Sekali lagi, PDI Perjuangan sebagai partai yang mengambil jalan pikiran para founding fathers NKRI ternyata telah disusupi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Moment Pilkada 2017 adalah langkah membenarkan kembali jalan ideologi Pancasila Satu Juni 1945.
Merdeka !!!
(Sumber: Edysa Girsang)