Jogjakarta, sketsindonews.com – Dalam mitos masyarakat Jawa, bersekutu dengan Nyai Blorong bisa menyebabkan kaya mendadak. Wujud sesungguhnya Nyai Blorong adalah ular naga yang bersisik emas. Yang lebih dahsyat, bila pemilik pesugihan melakukan hubungan badan dengan Nyai Blorong , maka sisik-sisiknya yang berupa emas dan permata akan rontok di tempat tidurnya.
Menurut mitos yang berkembang, siluman ular raksasa itu hidup di rawa yang ditumbuhi dengan pohon teratai. Bahkan, kekayaan yang didapat dari pesugihan Blorong ini bisa diulur sampai dua periode. Sebagai tebusan, kalau kelak pemiliknya sudah meninggal dunia, maka harus ikut padanya.
Tak ayal, ribuan bangkai manusia selalu berserakan di rawa-rawa itu. Namun untuk mendapatkan pesugihan jenis ini memang tidak mudah. Mengapa? Sebab, membutuhkan persyaratan dan pengorbanan luar biasa.
Pesugian Nyai Blorong ada di kawasan lingkar Pulau Jawa. Tetapi, di daerah mana letak persisnya pesugihan Blorong bisa didapat, tak ada yang bisa menjawab secara pasti. Ataukah di kawasan Jabar meliputi daerah Cimais, Ciberium, atau daerah lain. Di Jawa Timur, yang disinyalir basis pesugihan seperti itu berada di Kabupaten Banyuwangi, Pacitan, Tulungagung, dan Kabupaten Gresik, sedangkan di Jateng dan Daerah Istimewa Jogjakarta berada di kawasan Sendang Kali Pepe Parangtritis, Kretek, Bantul.
Pemunculan pesugihan Nyai Blorong boleh dibilang sama misterinya dengan ujudnya. Sebagian orang ada yang menyebut Nyai Blorong adalah wanita sehingga disebut nyai. Akan tetapi, ada juga yang mengatakan yai, berarti pria. Yang jelas, Nyi Blorong adalah makhluk hidup yang sekujur tubuhnya bersisik, bisa mengeluarkan emas lantakan saat melakukan senggama dengan orang yang memeliharanya.
Seperti halnya Nyi Rara Kidul yang menjadikan Pantai Selatan sebagai istananya. Kalau Nyi Blorong, lebih suka bersinggasana di rawa. Rawa dijadikan keratonnya, lengkap dengan jasad manusia yang saat hidup menjadi pengikutnya. Rawa-rawa itu, demikian urai beberapa pakar pesugihan, ditumbuhi banyak tumbuhan teratai.
Seperti halnya dunia maya. Meski secara implisit keberadaan rawa-rawa itu bisa dilihat dengan mata telanjang, kalau tidak memiliki ilmu linuwih, muskil setiap orang bisa mengetahui kalau rawa yang ditumbuhi pohon teratai itu sebenarnya istana Nyi Blorong.
Bagaikan orang yang mempunyai utang. Nyi Blorong sebelum menyanggupi untuk menolong calon kurban, sebelumnya mengadakan perjanjian untuk membahas masalah tebusan. Konon, pembicaraan tebusan itu dilakukan keduanya sembari bersenggama di tempat tidur. Sama persis dengan kekayaan yang diperoleh lewat jalur yang tidak direstui agama. Umur kekayaan versi Nyi Blorong, hanya tujuh tahun. Jika yang bersangkutan ingin memperpanjang, bisa diulur lagi, satu periode lamanya dan tebusan berupa mayat bisa dialihkan ke orang lain. Selanjutnya, korban tak boleh diwakilkan. Artinya, kelak setelah meninggal, harus menjadi pengikutnya.
Memang mengambil pesugihan jenis ini tidak mudah, berbeda dengan jenis tuyul yang bentuknya hanya menyerupai manusia kecil dan berkepala gundul. Tapi, pesugihan Nyai Blorong memang lain. Di samping selalu meminta tebusan nyawa, jenis pesugihan ini kalau menampakkan diri selalu berwujud ular naga yang bersisik mengkilat keemasan.
Menurut Sumber yang berhasil di temui Warta Citra mengungkapkan, kesulitan perekonomian keluarganya telah membuat mata batinnya buta. Dia bersama suaminya berangkat ke suatu tempat keramat. Di tempat itu ada makam tua yang biasanya dipergunakan orang-orang mengambil jalan pintas untuk mencari pesugihan.
Setelah bertemu dengan juru kunci makam, Endang dan suaminya mengutarakan niatnya untuk mengambil pesugihan. Dia pun mendapat tawaran dari sang juru kunci, pesugihan jenis apa yang ia minati. Karena ingin cepat kaya, saya langsung meminta agar diberi pesugihan yang cepat berhasil kaya,” ungkap Endang.
Walaupun sudah sepakat dengan berbagai persyaratan yang diajukan, lanjut Endang, dirinya gagal mendapatkan pesugihan. Hal itu disebabkan saat malam pertama ketika Nyai Blorong hadir ke rumahnya, berwujud Ular dengan mendesis-desis, kemudian menindih tubuhku. Saat itulah saya menjerit hingga seisi rumah bangun dan mendatangi kamar saya. Ya, mungkin saya memang ditakdirkan begini. Namun, saya bersyukur karena usaha saya untuk mendapatkan pesugihan itu gagal. Seandainya saja saya berhasil, itu berarti saya akan menjadi abdinya dan hidup di alamnya suatu saat nanti,” pungkas EndangRD di Lansir Kebanjiran Dana Proyek Reklamas. (Kumara)