Jakarta, sketsindonews – Terkait wacana Wakil Gubernur DKI Jakarta Jakarta Djarot Syaiful Hidayat dimana Jakarta Smart City atau Qlue bisa di manfaatkan menjadi percepatan informasi kepemiluan dalam pilgub DKI 2017 masih menimbulkan pro dan kontra. Hal ini nantinya adanya independensi dari keputusan kepemiluan.

Menurut pakar kebijakan publik Amir Hamzah saat berbincang dengan sketsindonews.com, rabu (10/8) terkait wacana Wagub DKI Djarot, Parpol peserta pemilukada harus menolak dari upaya pemerintah mencampuri terkait kepemiluan, apalagi mengenai perhitungan suara.

“Ini kan sudah diatur dalam UU laksanakan saja UU No.15 Tentang Pemilu yang di jalan kan oleh penyelenggara pemilu [KPU] dan lembaga lain seperti Bawaslu,” jelasnya.

Dianggapnya, Ini akan terkesan kurang baik bagi pemerintah DKI, jika Qlue menjadi aplikasi membantu dalam konteks itu.

Sementara Ketua Bawaslu DKI Jakarta Mima Susanti di temui di Hotel Ibis Mangga Dua Raya menyatakan, Panwaslu akan tetap pada fokus sampling dan random dalam pengawasan pemiku, pengaduan Qlue oleh warga tetap menjadi masukan, tapi ini kan baru wacana untuk di filterisasi oleh penyelenggara pemilu.

“Yah itu domain KPU lah yang lebih tahu kalo ada wacana itu, seperti Jakarta Smart City,” ucap Mima.

Pengawasan rawan akan tetap menjadi pemetaaan oleh panwaslu terkait data peta rawan pemilu, selain itu menurutnya Bawaslu pun di awasi oleh pengawas independent dari Luar Negeri.

“Informasi menyampaikan aspirasi dan laporan pengaduan harus memenuhi UU No.15 Tahun 2011 Tentang Prinsip Penyelenggaraan Pemilu menjalankan ada 12 azas aturan prinsip UU No. 15 Penyelenggaraan Pemilu yakni SIM P Solusinya, impaarsial, Mentalitas dan Professional,” pungkasnya. (Nr)