Tekad Berdoa Untuk Ibu Sebuah Revolusi Mental

oleh
oleh

Saya memasukan surat kapal dan wesel (bank draft ) kedalam dompet yang melekat dengan ikat pinggang sebesar Rp. 50 juta. Terasa dingin menusuk ketika menyentuh air laut. Tak berapa lama, kami bisa menjauh dari kapal, dan menyaksikan kapal pecah.

Kami menggunakan pecahan kapal untuk bertahan di laut. Namun saya mulai kawatir karena terasa arus menyeret kami ke tengah laut.

Benarlah, nampak teluk jakarta semakin menjauh dan akhirnya tak nampak lagi. Kami berempat bersedekap dengan sebilah papan mengapung ditengah laut.

Pagi datang menuju senja dan malam kembali datang. Kami terus terapung. Untuk bertahan hidup, kami makan dari sampah laut seperti rumput atau apa saja. Kalau hujan kami menengadahkan kepala keatas untuk minum.

Saya tidak tahu berapa lama kami di laut terapung apung. Salah satu ABK nampak sudah makan jempolnya sendiri. Saat itulah saya kehilangan harapan. Saya merasa maut sudah sangat dekat.

Apalagi berkali kali ABK terlepas dari pagutannya dipapan.

Saya berusaha menariknya kembali ke papan dengan memaksanya sadar. Ketika sampai pada puncak kehilangan harapan dan kekuatan, saya berdoa atau tepatnya berbicara kepada Tuhan,

“ Tuhan, aku berniat akan mengirim ibuku ke Makkah. Beri kesempatanku untuk berbakti kepada ibuku, Ya Tuhan. Kalau niat dan tekadku untuk berbakti kepada IBuku adalah kebaikan di sisiMu, selamatkan kami ya Tuhan. “

Entah mengapa, tak berapa lama, ketika itu matahari baru saja tergelincir menuju malam, nampak cahaya putih tak begitu jauh dari kami. Kapal besar mendekati kami.Terasa gelombang menghentak kami sehingga kami terlepas satu sama lain dari pagutan pada papan.

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.