Jakarta, sketsindonews – Ny. Vera Deliana Panggabean melaporkan Hakim Agung ke Komisi Yudisial, dengan nomor laporan ; 08/L/KY-Medan/VIII/2015, tanggal 27 Agustus 2015, dengan terlapor Dr.Artijo Alkostar, SH, LLM (Hakim Ketua), Dr.Sofyan, SH, MH (Hakim Anggota) dan Sri Murwal Yuni (Hakim Anggota). Para terlapor adalah adalah Ketua dan anggota majelis hakim pada Mahakah Agung RI yang memeriksa dan mengadili perkara dengan register perkara nomor ; 1315 K/PID/2012, tanga 26 November 2012.
Adapun legal standingnya, pelapor adalah korban dalam perkara pidana pada Pengadilan Negeri Medan No.459/Pid.B/2011/PN Medan tanggal 16 November 2011, dan pengadilan tingkat banding No.777/PID/2011 tanggal 13 Februar 2012, serta pengadilan ditingkat kasasi No.1315/PID/2012 tanggal 26 November 2012.
Bahwa pelapor adalah korban dari tindakan eksekusi liar pada tahun 2010, hal ini sesuai dengan surat yang pelapor ajukan kepada pengadilan negeri Medan tentang eksekusi liar tersebut. Maka dari surat pengadilan negeri Medan No.W2010/4383/HT.04.10/III/2010 tanggal 08 Maret 2010 mengatakan bahwa ‘dalam hal pelapor ada mengalami atau menerima perbuatan yang bersifat memaksa dengan melakukan eksekusi sendiri yang dilakukan orang lain, hal tersebut merupakan perbuatan melawan hukuim dan pelapor dapat melaporkan kepada yang berwajib’.
Berangkat dari pernyataan Ketua Pengadilan Negeri Medan tersebut, maka pelapor melaporkan tersangka ekseskusi tersebut ke pihak berwajib, sehingga lahirlah nomor perkara pidana dengan nomor register 459/Pid.B/2011/PN Medan tanggal 16 November 2011, yang mana putusannya mejalis menghukum terdakwa dengan hukuman penjara 5 (lima) bulan, dan puitusan ini diperkuat ditingkat banding nomor 777/PID/2011/PT Mdn.
Bahwa perkara yang sudah diputus/dikuatkan oleh Pengadilan tingkat banding tersebut diajukan Kasasi oleh terdakwa dengan nomor 1315 K/PID/2012.
Menurut hemat pelapor berdasarkan surat edaran Mahkahah Agung No.08 Tahun 2011 tentang perkara yang tidak memenuhi syarat Kasasi dan Penijauan Kembali, terhadap point No.02 yang berbunyi ‘perkara-perkara yang menurut pasal 45A UU Mahkamah Agung dikecualikan tidak boleh diajukan kasasi ; – putusan tentang praperadilan, putusan pidana yang diancam dengan pidana paling lama 1 (satu) tahun dan/atau diancam pidana denda.
Disamping itu dalam point 03 Surat Edaran Mahkamah Agung menyatakan ‘perkara-perkara butir (1) dan (2) sebagaimana diatas, tidak perlu dikirim ke Mahkamah Agung. Bahwa didalam point 04 Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut diatas menyatakan perkara-perkara butir 1 dan 2 harus dinyatakan tidak dapat diterima dengan penetapan ketua pengadilan tingkat pertama. Namun dalam faktanya perkara ini kemudian tetap disidangkan oleh Mahkamah Agung yang kemudian di sidangkan oleh Majelis Hakim Agung sebagaimana disebutkan diatas yang selanjutnya sebagai terapor.
Diakui Ny.Vera bawa sebagai pelapor dirinya pernah berkirim surat ke Ketua Pengadilan Negeri terkait penetapan untuk mengeluarkan para terdakwa yang telah menguasi objek yang dieksekusi setelah putusan pengadilan Tinggi yang menguatkan putusan pengadilan Negeri Medan.
Jawaban dari Ketua Pengadilan Negeri Medan melalui surat nomor W2U1/4827/PID 0110/11/2012 menyatakan bahwa yang telah membuat kesalahan yang fatal dengan mengubah isi putusan dari 5 (lima) bulan menjadi 5 (lima) tahun.
Bahwa hal ini telah dilaporkan ke Komisi Yudisial RI, sehingga dari sidang panel No.0101/1.KY/11/2013 menyatakan bahwa ‘berdasarkan urain butir 2 (dalam hal memutuskan) memberi peringatan tertulis kepada pansek berkaitan dengan adanya kekhilafan dan kesalahan dalam mengirimkan permohonan kasasi karena bertentangan dengan SEMA No.8 Tahun 2011. Surat lampiran sidang panel dengan No.0101/1.KY/11/2013 tersebut ditembuskan kepada Badan Pengawasan Mahkama Agung RI.
Dengan adanya putusan sidang panel tersebut diakui Ny.Vera sebagai pelapor sekaligus korban dalam perkara pidana ditingkat kasasi dengan No.1315 K/PID/2012 , dengan ini pelapor melaporkan Majelis Hakim yang mengadili perkara tersebut. Lebih lanjut Ny.Vrea menjelaskan bahwa Majelis Hakim yang mengadili perkara kasasi tersebut dapat dikatakan telah melanggar Surat Edaran Mahkamah Agung No.08 Tahun 2012.
Pada tanggal 19 September 2012 dan 17 Desember 2012 sebelum perkara kasasi No.1315 K/PID/2012 diputus oleh terlapor, pelapor membuat surat yang diterima oleh Tata Usaha Mahkamah Agung yang diteruskan kepada Majelis Hakim dengan isi surat agar tetap menjaga pasal 45 A UU Mahkamah Agung (UU No.14 1985 yang telah diubah dengan UU No.5 Tahun 2004 dan terakhir dengan UU No.3 Tahun 2009).
Bahwa dengan tetap dilaksanakannya persidangan maka lahirlah keputusan dari tingkat kasasi ‘menyatakan terdakwa Martinus Tambunan SH dan Terdawa Emy Sri Mauli TambunanSH MH terbukti telah melakukan yang didakwakan kepadanya akan tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan perbuatan tindak pida tetapi merupakan perbuatan dalam lingkup perdata’. Serta melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum.
Dari putusan tersebut di atas menurut Ny.Vera sebagai pelapor adala isi putusan yeng memihak dan tidak menjaga wibawa pengadilan sebgai petugas yang melakukan eksekusi. Yang mana putusan ini sangat berlawanan dengan putusan pidana No.459/Pid.B/2011/PN Mdn dan putusan Banding No.777/Pid/2011/PT dan surat Ketua Pengadila Negeri Medan yang menyatakan apa yang pelapor alami sebagai korban ekskusi agar melaporkan kepada yang berwajib (surat No.W2U10/4383/HT.04.10/III/2010 tanggal 08 Maretr 2010.
Uraian pelanggaran Kode etik dan pedoman perilaku hakim ; Bahwa dalam poitn 02,03 dan 04 yang tertera dalam surat edaran Mahkamah Agung tersebut diatas maka pelapor merasa dirugikan, dengan demikian pelapor beranggapan bahwa Majelis Hakim tingkat kasasi tidak mengindahkan/atau mematuhi surat edaran Mahkamah Agung No.08 Tahun 2011, tentang perkara yang tidak memenuhi syarat kasai dan peninjauan kembali.
Terlapor dalam memeriksa dan mengadili perkara aquo hayanya berdasarkan kepada memori kasasi yang dimohonkan oleh pemohon kasasi saja tanpa mengindahkan surat edaran Mahakah Agung yang semestinya harus dipatuhi oleh terlapor.
Pelapor melalukan pelanggaran kode etik dengan modus menutupi perkara perdata No.Kasasi 1749/Pdt/2005 yang diputus non eksekusi agar tidak terbongkar putusan perdata No.1749/Pdt/2005 yang objekny dikuasai secara paksa tanpa ada Aanmaning.
Dilaksanakannya proses persidangan Kasasi dalam perkara aquo tersebut maka Majelis Hakim tingkat kasasi dapat dinyatakan melanggar keputusan bersama antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial tentang kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH) pada ; point (1) ayat (2) ‘Hakim wajib tidak memihak, baik didalam maupun di luar pengadilan dan tetap menjaga serta menumbuhkan kepercayaan masyarakat pencari keadilan. Point 1 ayat (5) hakim dalam menjalankan tugas yudisialnya dilarang menunjukan rasa suka atu tidak suka, keberpihakan, prasangka atau pelecahan terhadap suatu ras, jenis kelamin, agama, asal kebangsaan, perbedaan kemampuan fisik atau mental, usia atau status sosial ekonomi maupun dasar kedekatan hubungan dengan pencari keadilan atau pihak pihak yang terlibat dalam proses peradilan baik melalui, perkataan maupun tindakan.
Untuk itu Ny. Vera Deliana Panggabean (58 tahun) selaku pelapor mengingatkan agar team pleno dalam membuat keputusan tidak berbeda dengan keputusan Komisi Yudisial (KY) dalam sidang panel register Nomor 0101/L/KY/II/2013, dimana isi putusan sidang panel menyatakan dalam point 2 bahwa kasasi yang di kirim ke Mahkmah Agung (MA) sudah melanggar SEMA No.8 Tahun 2011.
Sebagaimana diketahui bahwa pada tanggal 10 Agustus 2016 Ny. Vera Deliana Panggabean telah berkirim surat kepada Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY, Dr Jaya Ahmad Jayus SH, M.Hum. Adapun permohonan tersebut disampaikan karena laporan register 0360/KY/X/2015 dilaporkan atas dasar putusan sidang Panel No.0101/L/KY/II/2013, dimana menurut Ny.Vera setelah melihat salinan putusan tersebut, berdasarkan uraian butir (2) memberi peringatan tertulis kepada pansek berkaitan dengan adanya kekhilafan dan kesalahan dalam mengirimkan permohonan kasasi karena bertentangan dengan SEMA No.8 tahun 2011.
Oleh karena itu putusan tersebut, lanjut Ny.Vera Deliana Panggabean bahwa pengiriman permohonan kasasi tersebut salah, sehingga ia menilai bahwa putusan kasasi yang diketuai oleh Hakim Agung Artijo Alkostar dan kawan kawan sudah melanggar Sema No.8 tahun 2011.
Bahwa Kejaksan Negeri Medan juga melaksanakan sema No.8 tersebut, sehingga setelah putusan pidana ditingkat pengadilan Kejaksaan Negeri Medan mengeluarkan perintah eksekusi terdakwa. Ny.Vera juga menegaskan bahwa dirinya sudah melakukan upaya ke MA agar tidak diregister dan agar tidak diputus oleh team hakim di kasasi, tetapi tidak dihiraukan oleh Mahkamah Agung dan team hakim dan justru dengan beraninya melanggar undang-undang pasal 45 ayat (2a), kekuasaan kehakiman dan membebaskan terdakwa dari hukuman.
Ny. Vera menganggap bahwa terdakwa yang dibebaskan oleh Hakim Agung Artijo Alkostar dkk melakukan tindakan yang melawan hukum dengan memohon pencabutan objek sita jaminan yang sudah di kuasai paksa oleh terdakwa dan diduga objek sita jaminan tersebut di tawarkan untuk dijual di toko bagus online.
“Saya juga melampirkan berita putusan kasasi yang tidak sesuai Sema No.8 dimana Hakim Agung Artijo Alkostar sebagai salah satu hakim dengan membuat isi putusan kasai,”jelas Ny.Vera kepada tim media ini beberapa waktu lalu. (Mygun)