Anak Pengungsi Syiah Terlantar, Komnas Perempuan Akan Berkoordinasi Dengan KSP

oleh
oleh

Namun, tidak semua dari mereka bisa bekerja setiap hari karena tidak selalu ada yang mengirimkan kelapa ke pengungsian.

“Seminggu kami kerja, tapi bisa dua bulan tidak bekerja karena kelapa tidak datang. Jadi, kalau kami terus ditampung di sini, semua yang kami punya di kampung akan cepat habis,” ujar Rohah yang mengkhawatirkan sekali harta benda di kampung milik para pengungsi.

Sebab, banyak pohon milik mereka yang usianya 20 tahunan dijual orang lain, lahan digarap tanpa sepengetahuan para pengungsi, beberapa diserobot jengkal demi jengkal.

Salah seorang pengungsi lainnya Duriyah (30) juga sangat menghawatirkan hal tersebut. Terlebih, para pengungsi sudah dilarang ketemu langsung dengan kerabatnya yang ada di Karang Gayam, Omben, Sampang.

Selain tidak bisa menengok harta benda, para pengungsi juga terancam terputus hubungannya dengan saudara-saudaranya di Sampang.

“Sebelumnya dari Sampang bisa berkunjung ke Rusun, sebaliknya dari para pengungsi juga bisa bertemu saudaranya di Sampang. Tetapi sejak Idul Fitri lalu, kami sudah dilarang berkunjung ke kampung. Begitupun jika dari Karang Gayam ketahuan datang ke Rusun diancam akan dibakar rumahnya,” kata Duriyah.

Dengan fakta semacam itu, Umi Kulsum (40), istri pemimpin komunitas Syiah Sampang, menuntut pada Pemerintah Pusat untuk memulangkan kembali para pengungsi ke kampung halamannya.

“Kami ingin dipulangkan. Pemerintah harus memberikan hak-hak kami mendapat KTP elektronik, Kartu Keluarga (KK), Akta Kelahiran, Surat Nikah dan sebagainya,” pintanya seraya mengeluh karena Pemerintah Sampang sudah berjanji semua administrasi yang sudah diurus akan jadi semua di bulan Agustus.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.