“Jadi, penekanan pencegahan pelanggaran hukum itu yang harus diprioritaskan. Membangun kesadaran hukum masyarakat Indonesia,” tutur dia.
“Di Negara-negara maju, yang hukumnya sudah tinggi, penindakan atau pemenjaraan itu malah jalan terakhir yang ditempuh. Kesadaran hukum mereka yang lebih diprioritaskan melalui program pencegahan,” sambungnya.
Terkait, pengawalan pembangunan nasional, lanjutnya, kejaksaan memiliki peran sentral. Bahkan, di hampir setiap program pembangunan nasional, peran jaksa sangat dinantikan. Dengan dasar itulah, lanjut Jan, Kejaksaan membentuk Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan (TP4) yang bekerja untuk mengawal dan membantu penyerapan anggaran agar tepat sasaran dalam pelaksanaan pembangunan.
“Jadi sekarang harus dibalik. Bukan penindakan dan pemidanaan yang diutamakan, tetapi assistancy. Kita bersama-sama mewujudkan pembangunan yang tepat sasaran dan tepat anggaran,” terangnya.
Bahkan, dalam peran-perannya, kata dia, kejaksaan mengawal proyek pembangunan nasional dengan tujuan mengembalikan kerugian Negara, bukan menekankan penghukuman kepada pelaksana pembangunan.
“Buat apa memenjarakan pelaksana, kalau kerugian negaranya tidak bisa dikembalikan? Makanya, pendekatan persuasif, dengan mengedepankan pencegahan, itulah yang kita lakukan sejak awal program pembangunan nasional akan dijalankan,” tuturnya lagi.
Lanjut dia, pemahaman tentang penegakan hukum ini tidak dapat disamakan dengan Industri yang keberhasilannya semata-mata diukur dari tingkat penanganan perkara. Penegakan Hukum justru dikatakan berhasil, apabila mampu menekan tingkat kejahatan dan meningkatkan kesadaran hukum di masyarakat.
“TP4 yang dibentuk pada tahun 2015 dan mulai efektif bekerja sejak tahun 2016 ternyata memperoleh tanggapan positif dari pemerintah dan pelaku pembangunan. Hal ini antara lain dibuktikan dari antusiasme instansi/BUMN/BUMD yang mengajukan permohonan untuk memperoleh pengawalan dan pengamanan TP4 dalam pelaksanaan kegiatan pekerjaannya,” papar mantan Kepala Kejati Sulawesi Selatan ini.