Jakarta, sketsindonews – Pada tahun 2014, Presiden Jokowi mendapat banyak masukan untuk membentuk ‘zaken kabinet’ agar para menteri yang dipilih diprioritaskan dari kalangan profesional di bidangnya.
Saat pelantikan Kabinet Kerja 27 Oktober 2014, dari 34 pos kementerian, 14 orang dari unsur parpol, 4 dari PDIP, 3 dari PKB, 3 dari Golkar, 2 dari NasDem, 1 dari Hanura, dan 1 dari PPP. Sementara itu, dari unsur nonpartai dan profesional berjumlah 20 orang.
Sejak awal pemerintahanya, Jokowi telah menegaskan garis politik kebijakan kepada para menterinya. Tidak ada visi kementerian, yang ada ialah visi presiden. Hal itu sebagai bentuk penegasan bahwa presiden ialah chief of executive, pemegang kekuasaan pemerintahan berdasarkan UUD 1945. Menteri diangkat oleh presiden untuk membantu menjalankan urusan pemerintahan.(20/10)
Nomenklatur Kementerian
Jelang pelantikan presiden dan wakil presiden 20 Oktober 2019 mendatang, pembentukan kabinet dengan nomenklatur kementerian menjadi perbincangan publik. Dalam periode kedua pemerintahannya bersama wakilnya, KH Ma’ruf Amin, Presiden Jokowi pernah menyampaikan akan ada perubahan nomenklatur kementerian. Ada kementerian yang akan digabung dan ada yang baru.
Penggabungan nomenklatur kementerian sudah dijalankan dalam Kabinet Kerja Jokowi-Jusuf Kalla seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Selain itu, juga dibentuk Kementerian Koordinator (Kemenko) Kemaritiman dan Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) yang sebelumnya tidak ada. Jokowi juga menjadikan Bappenas, yang sebelumnya berada di bawah Kemenko Perekonomian, menjadi lembaga setingkat kementerian.