Dimana Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi menggagas sebuah ide terkait dengan perevisian sejumlah UU (undang-undang) yang dinilai menjadi penghambat investasi atau yang dikenal dengan konsep Omnibus Law. Jokowi menilai beberapa regulasi yang berbelit akan disederhanakan, dalam hal ini pemerintah akan mengajak DPR untuk menerbitkan dua UU besar yaitu UU Cipta Kerja, dan UU Pemberdayaan UMKM, kedua UU tersebut akan masuk kedalam Omnibus law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU.
Ide Jokowi tentang Omnibus Law tersebut disambut baik oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad(15/01/20). Melalui pendapatnya, ia menyebutkan target dari Presiden untuk membahas dua UU besar di Omnibus Law dalam kurun waktu 100 hari dapat diselesaikan asal DPR dan Pemerintah aktif membahasnya.
Sebelumnya, dalam menyusun Omnibus law ini Pemerintah dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 378 Tahun 2019 membentuk sebuah satuan tugas (satgas). Satgas tersebut langsung diketuai oleh Ketua Umum Kadin Indonesia dengan Menko Bidang Perekonomian sebagai pengarahnya.
Ketua BEM UNJ 2020 Remy Hastian menilai bahwa secara komposisi satgas Omnibus Law ini mayoritas di isi oleh para pengusaha, hal tersebut menjadi sebuah permasalahan ketika rancangan undang-undang ini hanya di dominasi oleh aspirasi pengusaha, maka sangat mungkin peraturan tersebut hanya untuk mengakomodir kepentingan pengusaha, padahal idealnya UU ia harus mengakomodasi semua pihak.
Meskipun secara tugas, lanjut Remy satgas ini dibentuk untuk melakukan konsultasi publik, inventarisi masalah, dan memberikan masukan dalam rangka penyusunan regulasi, namun realitanya pembahasan UU tersebut cenderung tergesah-gesah dan tertutup, Pemerintah seperti menutup akses partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan.
“Bahkan UU Cipta Kerja yang mengatur terkait dengan ketenagakerjaan sama sekali tidak melibatkan serikat pekerja/buruh. Ruang demokrasi yang idealnya melibatkan partisipasi publik menjadi omong kosong,” ujar Remy yang juga Koordinator Pusat BEM SI, dalam Konferensi Pers di Tugu UNJ, Selasa (25/02/20).
Dalam negara demokrasi, tegas Remy masyarakat berhak tau mengenai apa yang dikerjakan lembaga-lembaga pemerintahan serta memiliki hak untuk turut berpartisipasi dalam jalannya roda pemerintahan. Seperti yang terjadi dalam penyusunan Omnibus Law, pemerintah justru menyampingkan aspirasi publik, yang seharusnya dalam kontruksi negara hokum keterbukaan menjadi hal penting.
“Pemerintah juga harus melihat UU No. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundangan-undangan dalam membuat suatu kebjikan,” terangnya.
Atas dasar tersebut, Remy menyampaikan sikap BEM SI, yakni mendesak pemerintah membuka ruang partisipasi kepada rakyat dalam setiap penyusunan dan perubahan kebijakan.
Lalu dinyatakan bahwa BEM SI akan terus mengawal kecacatan formil pada Omnibus law RUU Cipta Kerja sesuai dengan UU No. 12 tahun 2011 BAB II pasal 5 & BAB XI pasal 96.
Selanjutnya, BEM SI siap menjadi mitra kritis pemerintah sampai kepentingan rakyat benar-benar ditegakan.
“Mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mengkritisi segala kebijakan pemerintah,” tutupnya.
(Eky)
Disebut Tak Libatkan Masyarakat Soal Omnibus Law, Ini Sikap BEM SI
