Tragedi Polsek Ciracas Main Hakim Sendiri “Eigenrichting”

oleh
oleh

Berita hoax itulah yang kemudian menjadi memicu emosi dan jiwa corsa yang membakar amarah beberapa prajurit untuk menyerang Markas Polsek Ciracas yang dalam bahasa hukum dikatakan eigenrichting (main hakim sendiri).

Buntut dari tragedi Ciracas pada tanggal  31 Augustus 2020 memberitakan bahwa ada sebanyak 12 prajurit TNI resmi ditahan di Polisi Militer Kodam Jaya (Pomdam Jaya), Guntur, Jakarta Selatan, Minggu 30 Agustus 2020. Penahanan itu dilakukan usai pemeriksaan terkait perusakan Polsek Ciracas pada Sabtu 29 Agustus 2020. Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa dari 12 prajurit tersebut, ada yang berpangkat Sersan Mayor juga terlibat dalam insiden ini. Demikian dikatakan oleh Jenderal Andika, saat konferensi pers di Mabes TNI AD, di Jakarta Pusat, Minggu 30 Agustus 2020.

Di negara hukum itu pemali menggunakan sarana VANDALISME: hantam dulu, urusan belakangan. Tindak tegas dulu dan berikan sanksi dulu, urusan belakangan. Itu namanya juga bisa disebut eigenrichting. Hal itu akan menjadikan pemerintah sebagai EXTRACTIVE INSTITUTION sebagai lambang NEGARA KEKUASAAN bukan NEGARA HUKUM. Dan hal itu sekaligus menunjukkan bahwa cara berhukum kita (Rule of Law) masih berada di tahap paling tipis (the thinnest rule of law) di mana rezim penguasa hanya menggunakan perangkat hukumnya sebagai sarana untuk legitimasi kekuasaan sehingga kekuasaannya cenderung bersifat represif. Eigenrichting juga dapat terjadi sebaliknya, yakni ketika orang atau kelompok orang mengggunakan caranya sendiri menghakimi orang atau pihak lain tanpa mengindahkan due process of law. Hal itu boleh jadi dilatarbelakangi oleh adanya “untrust” terhadap penegak hukum.

Pejabat “Tercela” Mundur: imperatif kategoris

Terkait dengan aspek moralitas dalam berhukum khususnya dalam penyelenggaraan negara, ada pernyataan yang menarik disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara, Mahfud Md dalam acara Talkshow Spesial HUT tvOne “Memelihara Persatuan di Tahun Politik” pada Februari 2018. 

“Kalau sudah mendapat cemoohan masyarakat, ini kata tap MPR No 6 Tahun 2000 (ada salah penyebutan tahun, yang benar Tahun 2001), seorang pemimpin kalau sudah tidak dipercaya oleh masyarakat, kebijakannya dicurigai, menimbulkan kontroversi karena tingkah lakunya…mundur, kata Tap MPR ini, mundur,” kata Mahfud MD saat itu (Liputan6.com, 30 September 2018). Secara lengkap bunyi ketentuan yang mengatur pejabat publik untuk mundur adalah sebagai berikut:

“Etika Politik dan Pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap mundur dari jabatan Politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.”

Pejabatnya Sulit Mundur

No More Posts Available.

No more pages to load.