Cita-cita Luhur Ki Hajar Dewantara
Pandangan politik Noto Soeroto beda dengan Soewardi. Soewardi anti Belanda. Gerak perjuangan cucu Pakualam III ini sering membuat gerah Pemerintah Hindia Belanda. Di tahun 1913 misalnya, Soewardi menulis artikel kontroversial yang berjudul Als ik eens Nederlander was atau Seandainya Aku Orang Belanda. Tulisan Soewardi yang dimuat di harian De Express ini isinya mengkritik keras pejabat Pemerintah Hindia Belanda yang melakukan pungutan untuk perayaan peringatan 100 tahun kemerdekaan Belanda di Indonesia. Sangat ironis, perayaan kemerdekaan diselenggarakan oleh penjajah di negeri yang dijajah.
Karena tulisannya yang provokatif itu, Soewardi ditangkap dan dibuang ke Bangka. Namun atas permintaan sendiri, Soewardi meminta supaya diasingkan ke Belanda. Permintaan Soewardi dikabulkan. Bersama Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo, Soewardi dikapalkan ke Den Haag. Soewardi hidup di pengasingan 6 tahun lamanya.
Selama di tanah pembuangan, selain menjadi redaktur majalah Hindia Poetra, embrio majalah Indonesia Merdeka, Soewardi berkesempatan memperdalam ilmu tentang pendidikan dan pengajaran, hingga berhasil mendapatkan ijasah guru. Ia juga terlibat dalam diskusi di Konggres Pendidikan Kolonial dan mengusulkan pendidikan nasional bagi masyarakat Indonesia.
Sepulang dari pengasingan, aktivitas politik Soewardi disalurkan melalui National Indische Partij, dimana ia menjadi sekretaris kemudian menjabat ketua. Soewardi juga meneruskan profesinya sebagai wartawan dan menulis untuk harian De Express, mingguan De Beweging dan Persatuan Hindia. Lagi-lagi tulisannya kerap mengkritik kebijakan Pemerintah Hindia Belanda. Soewardi ditangkap dan dipenjara. Ia mendapat hukuman kerja paksa.
Namun semenjak National Indische Partij dibubarkan, Soewardi merubah cara berjuang. Soewardi tidak aktif berpolitik lagi, tetapi mencurahkan perhatiannya di dunia pendidikan. Perjuangan untuk memerdekakan bangsanya, diwujudkan dengan mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922.
Cita-cita luhur pendirian Perguruan Nasional Taman Siswa tersirat dalam tujuannya, yaitu memberikan kesempatan dan hak pendidikan yang sama bagi masyarakat, seperti yang dimiliki para priyayi atau orang-orang Belanda. Hebatnya, Taman Siswa menolak bantuan keuangan dari Pemerintah Hindia Belanda. Di usia 40 tahun, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat menanggalkan gelar dan mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara.