Perempuan ternyata memiliki peranan yang penting dalam menyiasati serta mengatasi kemiskinan yang dialaminya sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan rumah tangganya.
Meskipun kenyataannya, masih terjadi kesenjangan laki-laki dan perempuan mulai dari upah kerja. Perempuan di banyak negara rata-rata memiliki upah per jam jauh di bawah rekan kerja laki-laki mereka. Perbedaan upah ini bervariasi sebanyak 10-40%, dibandingkan dan dirata-rata dari seluruh penduduk yang bekerja dibagi berdasarkan gender.
Disamping itu, perempuan memiliki beban ganda (double burden) artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Peran reproduksi perempuan seringkali dianggap peran yang statis dan permanen. Walaupun sudah ada peningkatan jumlah perempuan yang bekerja diwilayah public, namun tidak diiringi dengan berkurangnya beban mereka di wilayah domestic. Upaya maksimal yang dilakukan mereka adalah mensubstitusikan pekerjaan tersebut kepada perempuan lain, seperti pembantu rumah tangga atau anggota keluarga perempuan lainnya. Namun demikian, tanggung jawabnya masih tetap berada di pundak perempuan. Akibatnya mereka mengalami beban yang berlipat ganda.
Di masa pandemi Covid-19, statistik dari Biro Tenaga Kerja Amerika Serikat menunjukkan, meski ada penambahan pekerjaan pada September, jumlah orang yang berhenti bekerja lebih banyak karena meningkatnya beban mengasuh. Mayoritas adalah perempuan di usia emas karir mereka. Dari 1,1 juta orang yang berhenti bekerja secara sukarela, 865 ribu adalah perempuan, sedangkan 216 ribu sisanya adalah pria.
Dalam konteks pandem Covid 19i, perempuan di seluruh dunia menghadapi dilema untuk memilih merawat anak yang belajar dari rumah dan melaksanakan tugas domestik, atau bekerja penuh waktu. Kondisi dilematis ini cenderung berdampak buruk pada karir perempuan ketimbang laki-laki.
Perempuan Indonesia masih mengalami kendala akses permodalan. Apabila, kendala itu bisa diatasi, perempuan akan memberi kontribusi signifikan untuk mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Tak hanya dalam mengakses modal, perempuan juga menghadapi masalah dalam pengembangan keterampilan, seperti pengembangan produk, manajemen keuangan, tata kelola perusahaan dan pemasaran.
Gerakan Sarinah dalam ekonomi perempuan
Bicara tentang ekonomi perempuan di Indonesia maka menilisik kembali perjalanan sosok Mursia Zaafril Ilyas, Ibu Koperasi Indonesia yang pernah dipenjara. Beliau salah satu murid Sjahrir sekaligus pengangum berat Soekarno. Pada tahun 1970-an di Malan, Jawa Timur sudah mengenal arisan. Berbeda dengan arisan yang biasa dikenal sekarang, di mana para perempuan saling berkumpul untuk mengumpulkan uang dan bergosip, arisan pada zaman itu menjadi ajang untuk membahas topik penting. Gerakan arisan ini diprakarsai oleh seorang perempuan bernama Mursia Zaafril Ilyas. Kemudian Mursia bersama 17 perempuan lainnya. Mursia bersama 17 perempuan lainnya mengadakan pertemuan paling tidak sebulan sekali untuk membahas segala permasalahan.
Topik yang biasa muncul adalah pemberdayaan perempuan dan bagaimana perempuan bisa mandiri secara ekonomi. Selain itu, mereka juga sering membahas masalah keuangan yang sedang mereka hadapi. Misalnya, harus mengeluarkan uang banyak untuk anaknya yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Melihat para anggota arisan tersebut sering mengalami masalah keuangan untuk memenuhi hal mendesak, Mursia pun memiliki ide untuk mengubah kelompok arisan ini menjadi perkumpulan simpan pinjam.
Setelah menghadapi berbagai pro dan kontra, akhirnya Mursia berhasil mewujudkan sebuah perkumpulan simpan pinjam bernama Setia Budi Wanita.
Pada 1977, Mursia memiliki gagasan baru yaitu meningkatkan perkumpulan pra-koperasi tersebut menjadi sebuah koperasi. Dirinya mengaku memang sudah tertarik dengan koperasi sejak remaja. Menurut Mursia, rakyat bisa bergantung ke koperasi karena koperasi tidak pernah meninggalkan rakyat. Begitulah nilai yang Mursia percaya dan pegang teguh dalam pelaksanaannya.
Gagasan wanita kelahiran Pamekasan, Madura, tersebut mendapat tanggapan positif dari anggota pra-koperasi. Setelah mempersiapkan berbagai syarat-syarat yang diperlukan, akhirnya Koperasi Serba Usaha (KSU) Setia Budi Wanita Malang resmi berdiri pada 30 Desember 1977. Dokumen badan hukum koperasi yang beralamat di Jl. Trunojoyo, Malang, Jawa Timur, ini ditandatangani langsung oleh Menteri Koperasi saat itu, Bustanil Arifin.
Mursia remaja menempuh pendidikan di Yogyakarta dan aktif di berbagai organisasi. Perempuan yang menguasai tiga bahasa asing ini pernah bertemu dan berguru langsung dengan tokoh Partai Sosialis Indonesia (PSI), Sutan Syahrir. Bahkan, Sutan Syahrir pernah merekomendasikan dan memberi surat tugas kepada Mursia untuk bekerja sebagai sekretaris pribadi Bung Karno di Istana Kepresidenan Yogyakarta. Beliau dikenal sebagai Ibu Koperasi Indonesia.