Mr. Sjafruddin Prawiranegara tidak mengetahui adanya mandat tersebut. Hal ini disebabkan karena terputusnya jalur komunikasi antara Yogyakarta dan Bukittinggi. Pembentukan PDRI baru dilakukan tiga hari kemudian. Pada 22 Desember 1948 pukul 04.30 bertempat di Kebun Teh Halaban, Payakumbuh, diumumkan terbentuknya PDRI lengkap dengan susunan kabinet. Sejak saat itu PDRI menjadi musuh nomor satu Belanda dan tokoh-tokoh PDRI harus menyamar untuk menghindari kejaran Belanda.
Menghindari kejaran Belanda, Mr. Sjafruddin Prawiranegara bersama rombongan Kabinet PDRI dan personel Perhubungan Angkatan Udara Republik Indonesia (PHB AURI) yang dilengkapi peralatan radio berangkat menuju Nagari Bidar Alam, untuk menjalankan roda pemerintahan Republik Indonesia di pengungsian.
Di Nagari Bidar Alam, Mr. Sjafruddin Prawiranegara tinggal di rumah gadang yang berlantai panggung setinggi sekitar 1 meter dengan panjang 10 meter dan lebar 7 meter. Sampai saat ini, rumah yang ditempati Mr. Sjafruddin Prawiranegara dan tempat berlangsungnya sidang kabinet PDRI masih tegak berdiri.
“Generasi muda harus tahu sejarah, bagaimana Nagari Bidar Alam saat itu ikut berperan penting dalam menjaga NKRI dari keinginan Belanda untuk menjajah kembali,” ungkap Hj. Mardiana, S.Pd. M.Hum.
Radio PHB AURI Bidar Alam
Meski secara geografis daerah Nagari Bidar Alam saat itu sangat susah dijangkau karena belum adanya jalan darat, namun komunikasi dengan Pulau Jawa tetap dilakukan melalui radio milik Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Bermarkas di lantai dua di Surau Bulian, stasiun radio AURI menjalin komunikasi dengan seluruh stasiun radio yang dapat mereka hubungi.
Alat pemancar Stasiun Radio AURI digerakkan dengan tenaga listrik dari dua baterai accu, masing-masing berkekuatan 12 volt dengan type MK III 19 Set Helicraft Wireless berukuran 30 x 60 cm dan tingginya 20 cm.