Seaplane: Masa Depan Transportasi dan Pariwisata di Indonesia

oleh
oleh

“Kolaborasi antara DJPL dan DJPU sangat penting untuk mengatasi potensi konflik kewenangan. Kedua direktorat harus bekerja sama dalam merencanakan dan mengimplementasikan layanan seaplane,” tegas Hakeng.

Ketua Bidang Penataan Jaringan dan Distribusi Kader Pengurus Pusat Pemuda Katolik ini juga mengingatkan bahwa dengan langkah-langkah strategis tersebut, potensi tumpang tindih kewenangan antara DJPL dan DJPU dapat diminimalisir. Kolaborasi yang erat, kerangka regulasi yang jelas, serta pelatihan dan persiapan infrastruktur yang memadai akan memastikan bahwa manfaat ekonomi dan sosial dari layanan seaplane dapat dimaksimalkan tanpa mengorbankan keselamatan dan efisiensi operasional.

“Layanan seaplane yang sukses tidak hanya akan meningkatkan konektivitas dan aksesibilitas daerah terpencil, tetapi juga akan memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan pariwisata dan ekonomi di Indonesia,” jelas DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, S.SiT., M.Mar seraya mengimbuhkan bahwa ICAO Annex 14 juga mengakui keberadaan dan pentingnya kedua jenis bandar udara, baik darat maupun perairan, tanpa membedakan permukaan operasi dalam standar umum mereka.

Menurut pengamat maritim yang dikenal kritis ini, bandar udara darat dan perairan memiliki karakteristik yang sangat berbeda dalam hal struktur dan fasilitas penunjang.

“Landasan pacu di bandar udara darat dibangun dari material keras seperti aspal atau beton, dirancang untuk menahan beban berat pesawat dan memberikan permukaan yang stabil dan rata,” ujar Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa .

Sebaliknya, sambung Hakeng, bandar udara perairan menggunakan air sebagai permukaan operasinya, yang memiliki sifat fisik yang berbeda, termasuk dinamika gelombang, pasang surut, dan variasi ketinggian air.

“Hal ini menuntut desain pelampung atau hull pesawat yang berbeda agar dapat beroperasi dengan aman di permukaan air,” jelasnya.

No More Posts Available.

No more pages to load.