“Maka tantangan selanjutnya adalah regulasi yang ketat. Regulasi yang ketat serta jelas sangat diperlukan untuk memastikan keamanan operasional dan perlindungan lingkungan. Indonesia perlu mengembangkan regulasi yang sesuai dengan standar internasional dan bekerja sama dengan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) untuk memastikan bahwa teknologi ini memenuhi persyaratan keselamatan global,” urai Capt. Hakeng.
Selain infrastruktur dan regulasi, tambah Alumni Magister Ilmu Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya tahun 2024 ini, pelatihan sumber daya manusia juga menjadi tantangan. Teknologi propulsi nuklir memerlukan tenaga kerja yang kompeten dan tersertifikasi untuk menangani bahan bakar nuklir dan sistem propulsi yang kompleks.
“Indonesia masih berada pada tahap awal dalam pelatihan tenaga kerja di bidang ini, dan pelatihan serta pengembangan profesional yang lebih lanjut sangat diperlukan,” ujar Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa.
Menurut Capt. Hakeng, untuk mengatasi berbagai tantangan ini, diperlukan komitmen kuat dari pemerintah, sektor swasta, dan komunitas internasional. Pengembangan infrastruktur, regulasi yang efektif, dan pelatihan tenaga kerja yang kompeten harus menjadi prioritas dalam upaya Indonesia untuk mengimplementasikan teknologi propulsi nuklir pada kapal laut. Dari perspektif ekonomi, biaya investasi awal untuk pengembangan kapal berpropulsi nuklir dan infrastruktur pendukungnya sangat tinggi.
“Maka Pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan apakah manfaat jangka panjang dari penghematan biaya operasional dan pengurangan emisi dapat mengimbangi biaya awal yang besar ini. Analisis ekonomi mendalam diperlukan untuk mengevaluasi apakah keuntungan jangka panjang sepadan dengan investasi awal,” imbuhnya seraya menambahkan bahwa aspek geopolitik juga memainkan peranan penting dalam adopsi teknologi nuklir di sektor maritim.