Sesuai dengan focus group discussion dengan seluruh pemangku kepentingan program pensiun sukarela, lemahnya dukungan pendiri DPLK “diduga” menjadi tantangan paling utama. Dalam konteks itu, berimplikasi terhadap masih terbatasnya dukungan pendiri terhadap pengembangan 1) infrastruktur, 2) digitalisasi DPLK, dan 3) kompetensi SDM. Bila pun dukungan pendiri sudah cukup baik, sering kali belum optimal. Masih menjadi bagian dari shared services operasional, yang dikelola dan digunakan oleh dan dengan pendiri.
Bisa jadi, dari perspektif pendiri, dukungan pendiri terhadap DPLK sangat terkait dengan kontribusi pendapatan (revenue) dan kesesuaian sinergi dengan keseluruhan portofolio produk keuangan yang ditawarkan, baik bank umum, asuransi jiwa, dan nantinya manajer investasi yang boleh mendirikan DPLK sesuai mandat UU P2SK.
Data OJK menyebut diestimasikan rata-rata proporsi aset industri DPLK hanya sebesar 37% dari total aset pendiri dan rata-rata proporsi pendapatan (revenue) industri DPLK hanya sebesar 0,8% dari total pendapatan pendiri (sesuai FGD akademisi 2024). Data per Desember 2023, dapat disimak bahwa 10 DPLK terbesar saat ini diperkirakan menguasai 92% dari total pangsa pasar DPLK di Indonesia. Itu berarti, 15 DPLK lainnya menempati hanya 8% dari pangsa pasar yang ada. Maka mau tidak mau, upaya pengembangan dan penguatan DPLK ke depan menjadi penting dilakukan dan diprioritaskan. Diantaranya, sesuai regulasi yang berlaku, penguatan istilah PLT (Pelaksana Tugas Pengurus) menjadi “Pengurus” yang tidak dapat merangkap jabatan, adanya Dewas Pengawas minimal 2 orang (salah satunya pihak independen), tidak boleh menyerahkan pengelolaan aset DPLK kepada pihak ketiga, termasuk digitalisasi DPLK utamanya layanan bersifat online seperti pendaftaran, perubahan arahan investasi, dan pengajuan pembayaran manfaat pensiun.