Memang beda cara berpikir orang, begitu kata Aristoteles. Ada yang bijak, ada yang tidak bijak. Orang yang tidak bijak, sering kali terjebak dalam pemikiran sempit dan cenderung merendahkan hal-hal yang tidak mereka mengerti. Karena tidak memiliki wawasan yang cukup. Mudah berprasangka dan memvonis buruk perbuatan orang lain. Tidak dapat menghargai pandangan atau tindakan orang lain yang tidak sama dengannya. Buru-buru menyebut bodoh, atau buang-buang waktu.
Sementara orang yang terbiasa membaca, berpotensi besar jadi lebih bijak. Punya pemahaman yang lebih luas. Mereka menyadari bahwa pengetahuan dan ilmu itu bersifat relatif dan selalu berkembang. Alih-alih, merendahkan orang lain. Orang bijak lebih memahami bahwa tiap orang punya tahapan pengetahuan yang berbeda. Orang bijak sadar betul akan kompleksitas kehidupan. Selalu ada cara pandang yang tidak sama. Maka, mereka tidak terburu-buru melabeli orang lain sebagai bodoh.
Belajar dari kiprah di taman bacaan. Ternyata, siapapun yang ada di taman bacaan disadarkan. Akan pentingnya kerendahan hati dan pemahaman terhadap orang lain. Membaca buku atau bersikap bijak bukan untuk merasa superior atas orang lain. Tapi justru menunjukkan empati dan toleransi terhadap ketidak-tahuan orang lain. Karena, bukankah setiap orang memiliki kesempatan untuk belajar dan tumbuh? Membaca buku atau jadi bijak itu bukan soal merasa lebih baik. Tapi tentang memahami bahwa pengetahuan dan pengertian adalah perjalanan yang terus berlangsung, tidak akan pernah berakhir. Karena setiap orang, berhak diberi kesempatan untuk berkembang tanpa harus direndahkan. Seperti anak-anak yang berhak membaca ketika akses bacaan tidak tersedia.