Dugaan Kriminalisasi, Penetapan Tersangka Ditreskrimum Polda Metro Jaya Digugat di PN Jaksel

oleh -70 Dilihat
oleh
Sidang Praperadilan di PN Jaksel dengan Pemohon M. Yusuf dan Termohon Ditreskrimum Polda Metro Jaya (PMJ) Senin (21/4/25). (Dok. sketsindonews.com)

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menggelar sidang Praperadilan antara M. Yusuf diwakili Kuasa Hukum Patuan Angie Nainggolan, S.H. sebagai pemohon melawan Ditreskrimum Polda Metro Jaya (PMJ) sebagai termohon, Senin (21/4/25).

Sidang yang dipimpin oleh hakim tunggal Jan Oktavianus, S.H., M.H. dengan didampingi oleh Panitera Pengganti (PP) Syafrinaini, S.H., M.Hm dan tercatat dengan nomor perkara 43/Pid.Pra/2025/PN.Jkt.Sel tersebut digelar dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari pemohon.

Perkara yang tercatat dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel sebagai gugatan pembuktian sah atau tidaknya penangkapan oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya (PMJ) tersebut menghadirkan dua saksi yakni Effli Bustami yang merupakan mantan anggota polisi dan juga Sukardi.

Sebagai informasi, M. Yusuf ini adalah salah satu warga cawang yang disebut sebagai pemiliki tanah 4500 meter persegi yang dikuasai oleh Apartemen Signatur Park Grande yang kemudian dilaporkan oleh pihak apartemen dalam hal ini PT. Pusat Mode Indonesia (PMI) ke Polda Metro Jaya dengan dugaan pemalsuan surat.

Dalam kesaksiannya, Effli yang merupakan pensiunan polri ini menjelaskan bahwa terakhir dia berpangkat Aiptu dan bertugas di bagian Harda, Ditreskrimum Polda Metro Jaya (PMJ).

Saat bertugas tersebut, Effli menjelaskan bahwa dia sempat memegang bukti Girik C 303/1938 Persil 276 S.ll luas 4500 meter persegi, yang didapat dari saksi Sukardi sebagai bukti saat melaporkan PT Merty Jaya Persada yang saat ini menjadi PT Pusat Mode Indonesia (PMI).

“Sejak 2004 hingga 2011 bukti sama saya, 2011 bukti-bukti tersebut diberikan ke Salim Muhammad,” ungkap Effli.

Saat ditanyakan oleh Kuasa Hukum Pemohon alasan bukti-bukti tersebut diberikan ke orang lain bukan kepada pelapor, Effli mengatakan bahwa ada permintaan dari ahli waris lain.

“Salim mengatakan bahwa diminta beberapa ahli waris lain untuk mengambil bukti-bukti. Tapi tidak ada bukti permohonan hanya lisan,” ujar Effli.

Terakhir, Effli mengungkapkan bahwa laporan Sukardi tersebut telah dihentikan pada tahun 2011, karena saat dilakukan pengecekan ke BPN ternyata Sertifikat PT Merty Jaya Persada tercatat resmi.

Tekanan dan Iming-iming

Hadir sebagai saksi kedua dari pemohon, Sukardi menerangkan bahwa, Ia sempat diminta tolong oleh ahli waris menjadi kuasa untuk melaporkan dugaan penyerobotan lahan yang saat ini berdiri apartemen signature park dengan munculnya SHM atas nama PT Merty Jaya Persada yang saat ini menjadi PT Pusat Mode Indonesia (PMI).

Sebagai kaitan terhadap M. Yusuf yang saat ini ditetapkan tersangka oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya (PMJ), Sukardi memaparkan bahwa awalnya ia mendapatkan semua berkas untuk membuat laporan pada 2004 silam dari Ahli Waris Muhammad Zen, yang merupakan saudara kandung dari Abdullah atau orang tua dari M. Yusuf.

“Girik 303 tidak bermasalah dan terdaftar di Kelurahan,” papar Sukardi.

Namun, hingga saat ini Sukardi menegaskan bahwa ia belum menerima kembali berkas-berkas yang diberikan ke Ditreskrimum Polda Metro Jaya (PMJ) yang saat itu penyidiknya adalah saksi Efli Bustami. “Belum meminta berkas-berkas yang diserahkan,” ucapnya.

Dan juga memastikan bahwa tidak ada ahli waris yang meminta berkas-berkas tersebut ke Ditreskrimum Polda Metro Jaya (PMJ). “Saya tidak tau perkara tersebut dihentikan,” tegas Sukardi.

Lebih jauh dalam kesaksiannya, Sukardi mengungkapkan bahwa selama membantu ahli waris, Ia sering didatangi oleh berberapa pihak. “Saya sering didatangi, untuk nawarin uang dan juga mengancam,” ungkap Sukardi. Namun, Ia memastikan tidak mau menerima hal tersebut.

Saat oleh kuasa hukum pemohon ditanya, kenapa tidak mau menerima, secara tegas Sukardi menjawab, “Karena itu bukan punya saya (lahan dengan girik 303-red).”

Dugaan Kriminalisasi

Usai persidangan Patuan Anggi Nainggolan, S.H selaku Kuasa Hukum M. Yusuf menekankan bahwa yang terpenting dalam sidang Praperadilan tersebut adalah mengenai prosedural formil.

“Pokok persoalan sudah jelas, M. Yusuf dituduh melakukan pemalsuan terhadap girik 303, penyidik menduga Yusuf melakukan pemalsuan surat itu,” ujar Patuan.

“Nah ditemukan fakta dalam keterangan saksi tadi, saksi menerangkan bahwa asli dari surat itu ada dan disimpan di Polda sendiri dalam perkara yang lain, jadi kami pikir tidak ada alasan untuk hakim praperadilan tidak mengabulkan pemohonan kami ini,” tambahnya.

Patuan menyoroti pasal 263 yang ditetapkan untuk menjerat M. Yusuf, dimana pasal 263 ayat 1 tersebut terkait pemalsuan surat. “Kalau pemalsuan surat ini didugakan ke M. Yusuf, maka tidak mungkin, karena M. Yusuf itu ahli waris turun temurun,” jelas Patuan.

“Sementara pada ayat 2 Pasal 263 itu terkait mempergunakan dokumen palsu di Pengadilan, dalam hal ini kami telah menang di Pengadilan, kan tidak mungkin barang sendiri dipalsukan,” lanjutnya.

Untuk itu, Patuan menduga penetapan M. Yusuf sebagai tersangka merupakan bentuk kriminalisasi, terlebih dalam proses sangat mudah melimpahkan tersangka ke Kejaksaan Negeri Jakarta Timur. “Kami liat tidak ada P18, tidak ada P19, padahal tidak ada alat bukti yang mendukung keterangan-keterangan saksi yang diambil oleh penyidik, kenapa begitu mudah tahap 2 diterima, makanya kami menduga ini bentuk-bentuk kriminalisasi yang sudah direncanakan,” kata Patuan.

Menurut Patuan, dugaan perencanaan kriminalisasi tersebut agar kasus M. Yusuf terbukti dan kemudian dapat digunakan sebagai alat untuk menggugat kembali perkara yang telah mereka menangkan.

“Jika memang yang digunakan dalam peradilan adalah dokumen palsu, kenapa hanya M. Yusuf yang ditersangkakan, kan ada 47 ahli waris, berani ngga Polda menahan itu, nah ini salah satu bukti Polda tidak yakin, ini salah satu indikasi kriminalisasi,” tegas Patuan.

Hal lain yang juga menjadi pertimbangan Patuan menduga kriminalisasi tersebut yakni, tidak adanya hasil lab porensik dari Polda Metro Jaya.

“Dugaan kami konspirasi keras antara pelapor, penyidik dan jaksa, dugaan keras ini adalah tidak ada satu bukti yang jelas untuk ditahannya M. Yusuf. Kemudian tahap dua begitu cepat tanpa ada halangan padahal sementara tidak ada alat bukti yang menyatakan dokumen itu palsu dan pihak penyidik Polda Metro sendiri belum melakukan uji atau lab porensik, lalu bagaimana mereka mengatakan itu palsu apa mereka juga udah punya aslinya,” pungkasnya.

Saat dimintai keterangan, perwakilan dari Ditreskrimum Polda Metro Jaya (PMJ) yang hadir dalam persidangan, enggan memberikan tanggapan.

No More Posts Available.

No more pages to load.