Untuk itu, Patuan menduga penetapan M. Yusuf sebagai tersangka merupakan bentuk kriminalisasi, terlebih dalam proses sangat mudah melimpahkan tersangka ke Kejaksaan Negeri Jakarta Timur. “Kami liat tidak ada P18, tidak ada P19, padahal tidak ada alat bukti yang mendukung keterangan-keterangan saksi yang diambil oleh penyidik, kenapa begitu mudah tahap 2 diterima, makanya kami menduga ini bentuk-bentuk kriminalisasi yang sudah direncanakan,” kata Patuan.
Menurut Patuan, dugaan perencanaan kriminalisasi tersebut agar kasus M. Yusuf terbukti dan kemudian dapat digunakan sebagai alat untuk menggugat kembali perkara yang telah mereka menangkan.
“Jika memang yang digunakan dalam peradilan adalah dokumen palsu, kenapa hanya M. Yusuf yang ditersangkakan, kan ada 47 ahli waris, berani ngga Polda menahan itu, nah ini salah satu bukti Polda tidak yakin, ini salah satu indikasi kriminalisasi,” tegas Patuan.
Hal lain yang juga menjadi pertimbangan Patuan menduga kriminalisasi tersebut yakni, tidak adanya hasil lab porensik dari Polda Metro Jaya.
“Dugaan kami konspirasi keras antara pelapor, penyidik dan jaksa, dugaan keras ini adalah tidak ada satu bukti yang jelas untuk ditahannya M. Yusuf. Kemudian tahap dua begitu cepat tanpa ada halangan padahal sementara tidak ada alat bukti yang menyatakan dokumen itu palsu dan pihak penyidik Polda Metro sendiri belum melakukan uji atau lab porensik, lalu bagaimana mereka mengatakan itu palsu apa mereka juga udah punya aslinya,” pungkasnya.