Selain itu Capt. Hakeng mengingatkan pula bahwa untuk memperkuat kapasitas operator dan awak kapal dalam memahami dan menjalankan prosedur darurat, maka sertifikasi keselamatan harus ditinjau ulang secara berkala, bukan hanya formalitas administratif.
“Simulasi penyelamatan dan evakuasi di tengah laut juga harus menjadi latihan rutin, bukan kegiatan seremonial,” kata Capt. Marcellus Hakengseraya menekankan bahwa penumpang pun harus diberi pemahaman tentang aspek keselamatan, termasuk kesadaran terhadap posisi pelampung, jalur evakuasi, dan prosedur saat terjadi gangguan.
“Pendidikan keselamatan harus dimulai sejak pembelian tiket dan saat penumpang mulai naik ke kapal. Keselamatan tidak bisa ditunda-tunda atau dianggap sebagai urusan belakang, karena laut tidak pernah memberi ampun terhadap kecerobohan,” imbuh Capt. Marcellus Hakeng. Maka, sambung Capt. Hakeng, Tragedi KMP Tunu Pratama Jaya harus menjadi pelajaran kolektif, bukan sekadar headline berita.
Kepedihan keluarga korban tidak boleh berlalu begitu saja tanpa perbaikan sistemik. Negara harus hadir tidak hanya saat evakuasi dan pencarian dilakukan, tetapi juga dalam mencegah tragedi serupa terjadi lagi.
“Solusi ke depan bukan hanya pada peningkatan jumlah kapal SAR atau mempercepat respon darurat, tetapi membangun budaya keselamatan yang hidup dan mengakar di seluruh lini transportasi laut,” tegas Capt. Hakeng.