Jakarta, sketsindonews – Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, periksa lima orang saksi terkait dugaan korupsi PT. Garuda Indonesia Tbk. Tahun 2011 hingga 2021.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyebut kelima orang tersebut yakni, Norma Aulia selaku Senior Manager Head Office Accounting PT. Garuda Indonesia tahun 2012, Isa Rachmatarwata selaku Komisaris PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk. Tahun 2014, Agus Toni Soetirto selaku Direktur Niaga PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk. Tahun 2016.
Kemudian, Nina Sulistyowati selaku Direktur Marketing dan Teknologi Informasi PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk. Tahun 2017, dan Nicodemus P Lampe selaku Direktur Layanan PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk. Tahun 2018.
“(Kelimanya) diperiksa terkait mekanisme pengadaan pesawat udara” kata Leonard dalam keterangan tertulis, Selasa (22/2/22).
Dijelaskan Leonard, pemeriksaan saksi dilakukan guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi dalam Pengadaan Pesawat Udara pada PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk.
Penyidik juga masih mendalami proses peralihan pengadaan dan penyewaan pesawat terbang ATR 72-600 dan CRJ 1000 (Boomber) dari PT Citilink Indonesia ke Garuda Indonesia.
Direktur Penyidikan Jampidsus, Supardi, menyampaikan, pengadaan pesawat ATR 72-600 menjadi modus yang dilakukan oknum. Apalagi, kebutuhan pengadaan pesawat tidak ada dalam rencana belanja maskapai berkode emiten GIAA ini.
“Garuda semestinya enggak beli pesawat itu, enggak perlu pesawat itu,” ucapnya kepada wartawan, di Kompleks Kejagung, Jumat (18/2) lalu.
Sementara itu, Jampidsus, Febrie Adriansyah, mengungkapkan, proses pengadaan pesawat tersebut merupakan bagian dari kebijakan belanja maskapai Citilink. Namun, tanpa diketahui alasan yang jelas, maskapai BUMN itu kemudian mengocek kantong untuk membawa pesawat tersebut ke hanggar mereka.
“Awalnya, Citilink yang membutuhkan. Kemudian, pengadaannya diambil alih oleh PT Garuda Indonesia,” jelasnya kepada wartawan, Jumat (18/2).
Di sisi lain, Kejagung sebelumnya juga memeriksa beberapa saksi, di antaranya Direktur Utama Citilink Indonesia, Juliandra, dan VP Corporate Secretary Garuda Indonesia 2015, Ranty Astari R.
“Diperiksa terkait mekanisme pengadaan pesawat udara,” katanya, Kamis (17/2/22).
Pemeriksaan pejabat Citilink tersebut bukan kali ini saja dilakukan. Pekan lalu, Jampidsus juga meminta keterangan dari para mantan pejabat anak perusahaan PT Garuda Indonesia itu. Mereka adalah Dirut Citilink Indonesia 2012-2014, MAW, dan Anggota Pengadaan Pesawat Citilink Indonesia, Capt. HR.
Penyidikan kasus ini dimulai sejak 19 Januari 2022. Fokus penyidikan Kejagung adalah pengadaan pesawat jenis ATR 72-600 dan CRJ 1000.
Berdasarkan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2009-2014, Garuda Indonesia merencanakan penambahan 64 pesawat dengan skema pembelian dan sewa melalui lessor. Realisasinya berupa pengadaan 50 unit ATR 72-600 dan 18 unit CRJ 1000.
Sebanyak lima pesawat ATR diadakan melalui skema pembelian, sedangkan 45 lainnya sewa. Sementara itu, 12 dari 18 unit CRJ 1000 didapatkan dengan menyewa. (Fanss)