Denpasar, sketsindonews – Kasus dugaan korupsi Bantuan Keuangan Khusus (BKK) kembali dilaksanakan di Pengadilan Tipikor, Denpasar, Jumat (28/1/22).
Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar, I Putu Eka Suyantha mengatakan, berdasarkan surat penetapan Nomor Print-3166/N.1.10/Ft.1/10/2021 atas nama terdakwa I Gusti Ngurah Bagus Mataram telah memasuki agenda sidang pemeriksaan terdakwa.
“Terdakwa memberikan keterangan yang pada intinya menyampaikan bahwa terdakwa mengakui semua perbuatannya sebagaimana yang ada dalam dakwaan serta keterangan dalam BAP” tutur Eka saar dikonfirmasi, Jumat (28/1/22).
Terdakwa, lanjut Eka, juga merasa bersalah dan lalai dalam melaksanakan tugas selaku PA dan PPK hingga menyebabkan terjadinya kerugian negara.
Adapum terdakwa juga menyanggupi akan mengembalikan sisa kerugian keuangan negara sebelum pembacaan tuntutan.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua orang ahli. “Made Gede Subha Karma Resen dari Fakultas Hukum Universitas Udayana, dan I Gusti Setya Rudi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)” ucap Eka kepada Sketsindo, Jumat (7/1/22).
Menurut Made (ahli), BKK merupakan ruang lingkup pengadaan barang dan jasa, pengadaan yang bersumber pada BKK tersebut, tunduk pada Perpres Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ).
Sementara itu, I Gusti (ahli) mengakui, dirinya pernah melakukan audit kerugian keuangan negara. Diketahui, kerugian tersebut berasal dari pemotongan penyerahan uang, dan uang hasil kegiatan yang belum diserahkan totalnya berkisar 1 miliar.
I Gusti juga menambahkan, di dalam mekanisme perubahan kegiatan, tentu harus melalui mekanisme yang telah ditentukan oleh aturan, jadi tidak bisa seenaknya.
Sekedar informasi, Sekedar informasi, Bagus Mataram ditahan usai dilakukan pelimpahan tahap II di Kejari Denpasar beberapa waktu lalu. Dalam perkara ini Bagus Mataram diduga merugikan keuangan negara lebih dari Rp 1 miliar.
Sebagaimana dibeberkan Kepala Kejari (Kajari) Denpasar Yuliana Sagala, dalam perkara ini Bagus Mataram selaku Pengguna Anggaran (PA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tidak melaksanakan ketentuan pengadaan barang dan jasa pemerintah dan pengelolaan keuangan negara, daerah yang efektif dan efesien.
“Tersangka selaku PA disamping mengalihkan kegiatan dari pengadaan barang dan jasa menjadi penyerahan uang yang disertai adanya pemotongan bagi fee rekanan. Juga dalam kapasitasnya selaku PPK tidak membuat rencana umum pengadaan, memecah kegiatan, melakukan penunjukan langsung tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan pembuatan dokumen pengadaan fiktif. Bahwa akibat perbuatan tersangka tersebut terdapat potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp. 1 miliar lebih,” ungkap Yuliana. (Fanss)