Prostitusi Artis, Paradoks Perdagangan Manusia, Atau Legalisasi Prostitusi Wilayah Tertentu

oleh
oleh
Kuasa Hukum Korban First Travel, Riesqi Rahmadiansyah saat mendampingi korban First Travel melakukan aksi di depan Kementerian Agama, Jumat (16/3). (dok. sketsindonews.com)

Opini, sketsindonews – Kembali Indonesia diguncang berita prostitusi tersebelung di awal tahun 2019, Khususnya dunia hiburan. VA seorang artis yang juga hampir menjadi Istri dari Cucu orang ternama di republik ini, tertangkap di sebuah hotel di Jawa Timur bersama pria, yang sudah barang tentu bukan suaminya, karena status artis tersebut belum menikah.

Kaget?, mungkin bagi sebagaian orang, tetapi hal tersebut lumrah sebagai dunia hiburan, begitu ucap sahabatku yang merupakan mantan fotograper di era 90an.

Barang tentu hal tersebut memang lumrah untuk menambah pundi uang dan juga merupakan cara mempertahankan eksistensi di dunia hiburan, tentu sebagai praktisi hukum bukan porsi saya mengomentari hal tersebut, yang menarik adalah proses dan perspektif hukum dalam kasus tersebut.

VA dipastikan adalah korban Tindak Pidana Perdagangan Orang, sehingga VA pasti tidak akan menjadi tersangka, mengingat bunyi dalam Pasal 1 Undang Undang No 21 Tahun 2007, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dalam Pasal 2 Berbunyi “Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Dan ayat (2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang tereksploitasi, maka pelaku dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) “.

Tafsir kata Eksploitasi dalam bunyi pasa tersebut termasuk dalam hal Prostitusi, jadi dengan demikian VA adalah korban Perdagangan Manusia, sehingga yang menjadi mucikari lah yang akan terkena dari pasal tersebut.

Pelacuran merupakan bisnis paling menggiurkan di muka bumi, kita melihat jika yang berkaitan dengan hal yang dilarang agama pastilah menjadi lading untuk mencari keuntungan sebesar besarnya semakin ditutupi semakin mahal harganya, kita dapat belajar dari Malaysia yang dengan Genting Islandnya menjadi salah satu sumber pendapatan yang sangat menggiurkan, kemudian tercatat beberapa Negara besar melegalkan pelacuran, seperti Kanada, Belanda, Jepang, Selandia Baru dan Swedia, bahkan bisnis Esek-Esek ini di Jepang menjadikan Negara tersebut penghasil Video Adult tersubur di dunia, bahkan beberapa tahun belakangan terdengar Jepang Kekurangan Aktor Film Esek-Esek, barang tentu Video Esek-Esek pasti juga harus ada tempat pelampiasannya, terbukti Jepang berhasil menjadi Negara yang menghasilkan uang dengan bisnis tersebut, menggiurkan sangat menggiurkan bahkan menjadi pendapat terbesar kedua untuk Negara, betapa menggiurkannya bisnis esek-esek tersebut jika dilegalkan, tetapi kembali lagi Indonesia adalah Negara dengan budaya timur.

Status Hukum terhadap VA terkait TPPO adalah hanya sebagai saksi, kemungkinan Saksi korban, lantas jeratan pidana seperti apa yang dapat menjerat VA, hingga saat ini kronologis yang kami terima, VA hanya bisa dilaporkan tindak pidana Pasal 284 KUHP tentang Perzinahan “ Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan: seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya, seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak; seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin seorang wanita tidak kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.

Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga. Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.

Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap “.

Tetapi hal tersebut hanya dapat di tuntut oleh Istri dari pengguna jasa tersebut, mengingat berlaku Pasal 27 BW baginya, seperti itulah bahasa KUHP terhadap pasal tersebut. Sehingga yang dapat menjadi pelapor adalah Istri dari Pengguna Jasa tersebut, jika tidak dilaporkan Istrinya maka VA tidak dapat di tuntut secara pidana, tetapi terkait hal tersebut kurungan atau pidana yang dituntutkan kepada VA tidaklah begitu berarti ketimbang rasa malu yang didapatkan.

Kembali kita tidak bisa melihat seseorang dari tampang, hal ini harus di pikirkan serius oleh para pembentuk undang-undang, mau melakukan Legalisasi Prostitusi di Wilayah tertentu, atau prostitusi terselubung akan terus berjalan hingga entah kapan berakhir.

(Oleh: Riesqi Rahmadiansyah, Ketua Umum Advokat Pro Rakyat)

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.