Ablaho, Politik Hilang Makna.

oleh
oleh

Jakarta, sketsindonews – Belakangan dinamika politik bangsa mengalami pergeseran pola. Di tengah suasana kampanye pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan DPR, DPD dan DPRD, upaya memberikan pesan politik kepada publik mengalami pergeseran, jika tidak di katakan perubahan.

Pergeseran yang di maksud adalah cara dan strategi pemenangan masuk pada rana perang kata dan bahasa. Cukup banyak muncul kata dalam dinamika kampanye, misalnya, sontoloyo, gendruwo, tampang boyolali, kampungan, kampret, cebong dan kata kata lainnya.

Ini terjadi di masa kampanye persiapan pemilu serentak di tahun 2019. Dalam bacaan politis, ini masuk pada politik linguistik. Menerjemahkan kata dan kalimat menjadi multitafsir dalam respon publik. Secara umum sebenarnya perubahan bahasa begitu pesatnya dalam perubahan pertumbuhan semua bidang.

Maka jika bahasa di jadikan momentum politik untuk meraih simpati rakyat, ini menjadi diskursus hebat dalam orientasi publik terhadap pendidikan politik. Maka wajar jika sapaan kata sederhana politisi menjadi tidak sederhana.

Dalam pandangan politik, ini menjadi gaya baru dalam merespon peran politik untuk strategi pemenangan. Politik sering kali memiliki gaya dan startegi yang tidak mampu diterjemahkan oleh masyarakat awam. Semakin kreatif dalam dinamika politik semakin baik.

Meski tidak semua benar. Apa yang di utarakan belum tentu sesuai dengan makna kata yang disampaikan. Kata tidak selamanya mengandung makna sesungguhnya. Meski upaya untuk memaknai kata dalam politik selalu dinamis.

Dinamisasi peran politik di lapangan, terus memberikan guncangan makna, yang di targetkan menjadi apresiasi elektabilitas dan pendulangan suara.

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.