Sejarah Kidung ‘Silent Night’ Yang Mampu Menghentikan Perang

oleh
oleh

Oleh: DAOED JOESOEF

Renungan, sketsindonews – Menjelang Natal di tahun 1818, Klerikus Joseph Mohr, berusia 22 tahun, menemukan kerusakan cukup parah dari orgel Gereja St Nicholas. Rumah ibadat ini kecil, terletak di Oberndorf, sebuah desa di dekat Salzburg, Austria.

Mohr bingung. Kalaupun montir di Salzburg sanggup mereparasi orgel, berhubung jalan bersalju, begitu dia tiba di gereja, misa Natal pasti sudah selesai. Bagi pendeta muda ini, Natalan tanpa kidung yang diiringi alunan musik pasti hambar. Apalagi dia punya talenta musik.

Mohr berasal dari keluarga melarat, tetapi tak mau pasrah begitu saja pada nasib. Dia memanfaatkan talentanya, mencari uang dengan jalan bernyanyi, bermain biola dan gitar di depan umum, serta mengadakan pertunjukan keliling. Kerja keras dan talentanya menarik perhatian seorang rohaniwan dan menganjurkan dia untuk masuk seminari.

Dia dibaptis menjadi pendeta di tahun 1815 dan ditugaskan di Oberndorf tahun 1817. Di sini dia tidak hanya memimpin kebaktian sesuai ketentuan religius. Dia menimbulkan kekaguman di kalangan kongregasinya berkat ketangkasannya bermain gitar dan kepiawaiannya beralih dari musik rakyat ke aneka himne.

Kidung bersejarah

Ketika menghadapi masalah kerusakan orgel inilah Mohr mengunci diri di kamar studinya. Menyadari bahwa kidung tradisional Natalan tidak akan baik kedengaran apabila didengungkan melalui petikan dawai gitar, dia memutuskan untuk menciptakan suatu kidung baru.

Sambil menindih secarik kertas dengan tangan memegang pena bulu ayam, dia teringat pada satu keluarga jemaatnya yang baru-baru ini dia kunjungi ketika datang memberkahi bayi mereka yang baru lahir. Kenangan mengenai ibu yang menyelimuti bayinya agar tak kedinginan membuat pikiran Mohr melayang ke kelahiran lain dua ribu tahun yang lalu, kelahiran Kristus, juru selamat manusia.

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.