Antara Warteg, Pajak, dan Tax Amnesty

oleh
oleh

Jakarta, sketsindonews – Pada era pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Jokowi, punya cara baru dalam mendongkrak pendapatan pajak daerah di ibukota, karena sejak 01 Oktober 2011 semua rumah makan telah dikenakan pajak 10% termasuk warung tegal atau yang lebih dikenal dengan julukan “warteg”. Masuknya warteg ini menjadi sasaran pajak, kata Kepala Bidang Peraturan dan Penyuluhan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, Arief Susilo baru baru ini.

Hal tersebut dikarenakan, usaha warteg termasuk jenis usaha yang masuk dalam persyaratan obyek pajak seperti diatur dalam Undang Undang No.28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Tetapi tidak semua warteg dikenai pajak.

Kewajiban Pajak akan berlaku bagi seluruh jenis rumah makan yang punya omset s/d Rp. 60 juta pertahun, atau sekitar Rp.5 juta perbulan, atau Rp.167 ribu perharinya.

Dinas Pelayanan Pajak DKI juga akan mendata warteg yang masuk kategori itu. Setelah semua data didapat, dan selesai dilakukan sosialisasi kepada seluruh asosiasi pengusaha rumah makan jenis “warteg” ini, maka atas persetujuan DPRD DKI semua pajak warteg ini ada diatur dalam Perda DKI Jakarta.

Hal ini sangat bertentangan dengan Anggota komisi E DPRD DKI, salah satunya Wanda Hamidah yang pada tahun 2012 saat itu masih menjabat sebagai Anggota Komisi E, baginya justifikasi wajib pajak 10% bagi pengusaha warteg itu dinilai sebagai pungutan liar pajak. Sebab tidak semua bangunan warteg itu berdiri di atas lahan resmi. Banyak warteg dibangun diatas lahan Ruang Terbuka atau RTH.

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.