Sehingga untuk sampai ke perilaku seperti itu, kita juga perlu membenahi diri/tranformasi kehidupan dengan mengidentifikasikan diri kita secara terus-menerus dengan Kristus hingga menyerupai Kristus (Plp. 2:5); seperti misalnya bagaimana kita bisa saling mengampuni satu dengan yang lain jikalau ada kesalahan atau keterlanjuran orang lain (ay. 13b).
Mengampuni bukan berarti kita setuju dengan apa yang dia lakukan, sebab kita juga tidak berhak untuk menghakiminya.
Dengan tujuan agar dengan pengampunan, dengan mengasihinya dia tersadar dengan apa yang telah dia perbuat/memberikan waktu baginya untuk berubah. Juga dengan mengasihi (ay. 14) dan memberikan diri kita senantiasa dipenuhi/diperintah sejahtera dan damai (ay. 15a).
Harus kita sadari bahwa tidak selamanya apa yang baik kita perbuat menurut ukuran kita berkenan bagi orang lain, ada yang tidak setuju, bahkan boleh saja melahirkan sikap kebencian dan permusuhan dari mereka yang tidak senang dengan kita, untuk itu perlu ada kesabaran, kemampuan untuk menahan diri, tidak terpancing dengan gaya hidup cara mereka menyikapi kita, sehingga tetap tercipta komunikasi dengan mereka.
Perbedaan yang kita temui mari kita jadikan sebagai karunia yang akan membentuk diri kita untuk lebih baik, lebih bersabar dan penuh kasih.
Dengan seringnya kita berkomunikasi boleh jadi akan membawa mereka untuk menyadari siapakah kita dengan apa yang kita lakukan itu adalah dari hati kita yang sesungguhnya.
Dengan senantiasa membangun hubungan komunikasi akan terjalin hubungan yang baik, harmony dalam persekutuan.