Pada tahun 1968, Nixon bertarung melawan pertahana dari partai demokrat, wakil presiden Hubert Humprey. Walau Nixon menang, namun masa awal pemerintahannya diganggu oleh banyaknya demonstrasi politik.
Para ahli strategi politik dan penulis pidato Nixon perlu mencari isu menarik perhatian pemilih Amerika Serikat. Sekedar melawan para aktivis anti perang Vietnam, itu tak akan populer. Alihkan saya aksen kekuatan rakyat, bukan pada segelintir aktivis yang sangat minoritas, tapi mayoritas rakyat Amerika yang diam.
Setelah pidato malam ini, aneka polling mencatat melonjaknya approval rating Presiden Nixon.
Pengertian the silent majority saat itu adalah the forgotten Americans: rakyat banyak amerika yang dilupakan. Ialah rakyat Amerika yang tidak dipuaskan oleh situasi politik. Nixon merasa ia mewarisi ketidak puasan itu dari para pendahulunya. Bukan ia yang menciptakan ketidak puasan. Ia hanya terkena getahnya.
Presiden Nixon datang pada mereka dengan sugesti yang kuat. Ayo kini saatnya anda bersama saya, kita nyatakan sikap. Kita ubah Amerika!
Setelah penggunaan the silent majority versi Nixon, istilah itu mendunia. Namun pengertian the silent majority juga berbeda.
Di Italia tahun 1971 istilah the silent majority digunakan secara khusus sebagai gerakan anti komunisme. Di Inggris tahun 2014, istilah itu digunakan Perdana Menteri Cameron untuk melawan referendum yang menginginkan skotlandia lepas merdeka.
Silent Mayority di Indonesia
Di Indonesia dalam pemilu 2019, istilah the silent majority, berbeda pula. Istilah itu lebih tepat untuk menggambarkan pemilih yang diam, UANG TIDAK BEROPINI, tersembunyi, sangat jarang diberitakan, yang jumlahnya justru mayoritas.
Mereka lebih banyak diam dan mengamati secara logika antar Capres secara kongkrit dan up to date.
Kemenangan Jokowi dalam segmen the silent majority terekam dalam aneka survei lembaga kredibel. Namun kehadiran dan maha pentingnya the silent majority ini luput dari perhatian mereka yang awam.