Jakarta, sketsindonews – Sebuah frame kritik terhadap media mainstream ditulis oleh penggiat sosmed Alifurahman, terkait berita buzzer dan hoax terhadap pemerintahan Jokowi.
Menurutnya, era dulu dan sekarang sangat berbeda terlebih di era Soeharto, media kita dibungkam, Otoriter, Tak boleh sembarangan memberitakan. Tak boleh ada kritikan, sekalipun itu benar. Tak boleh ada berita negatif tentang pemerintah, sekalipun itu benar terjadi dan fakta.
“Semua media di bawah kendali Soeharto. Suka – suka an dia. Kegiatan mancing keluarga Presiden jauh lebih penting dari semua berita apapun di dunia saat itu. Dan kegiatan tidak berfaedah tersebut bisa menghentikan breaking news apapun,” ujarnya. “Semua media nurut, Tunduk, yang nggak nurut, atau lalai meloloskan kritik pada pemerintah, langsung dibredel. Ditutup. Atau kantornya diteror dan dihancurkan,” umpat Alif.
Tidak hanya media, orang biasa pun tak boleh berkomentar negatif. Kalau maksa, besoknya hilang ditelan bumi. Bisa juga ditembak mati atau diculik dan disiksa.
Namun sekarang di era Jokowi, semua berbalik 180 derajat. Presiden bebas dicaci maki dengan berbagai tudingan bahkan sangat ekstrem dalam meme. Tapi Presiden juga tidak pernah mempersoalkan atau melaporkan pihak – pihak yang mencaci maki dan memfitnahnya.
Diakui Alif, bahwa ada beberapa orang pembenci Jokowi masuk penjara, umumnya mereka punya kasus lain. Seperti halnya Habib Bahar yang punya kasus menganiaya santri. Jonru yang divonis karena kasus SARA. Dhani ditangkap karena bermasalah dengan Banser, terhadap ocehan ujaran kebencian.
“Sekalipun semua mereka kerap menghina Presiden Jokowi, tapi masuk penjaranya karena kasus lain,” paparnya, (8/6/20)
Kini Pemerintahan Jokowi memasuki periode kedua dan banyak media jadi lebih seenaknya menyerang pemerintah. Dari mulai clickbait, framing, bahkan hoax, serta media mainstream.