Pertanyaannya, kenapa Imam Nawawi dan pendahulu kita bisa? Dalam relatif sedikit masa hidup, namun mampu sibuk dan produktif. Hidupnya begitu bermakna untuk orang lain. Karyanya begitu abadi dan masih dibaca banyak orang hingga kini. Bisa jadi, jawabnya karena waaktu yang dimilikinya berkah. Waktu yang digunakan untuk berbuat baik dan menebar manfaat.
Sementara hari ini, ada yang punya waktu sama. Hanya bisa bekerja saja. Tanpa bisa berbagi hasil kerjanya ke orang lain. Hanya mampu mengurus keluarga namun belum bisa meluas ke orang tua atau tetangga. Ada pula waktu yang hanya habis di tempat ngopi dan chat di grup WA. Waktu puasanya sama, namun ada yang hanya meratapi rasa lapar. Ada pula yang menghabiskan lembar demi lembar
Di lain tempat, ada pula yang punya waktu sama sehari 24 jam. Tapi mampu mengurus semuanya. Urusan pekerjaan, urusan keluarga, urusan sosial, dan urusan taman bacaan. Tetap sibuk dan masih menyediakan waktu dan tenaga untuk peduli pada orang lain. Bahkan masih sempat menulis buku sebagai karya yang ditinggalkan. Alhamdulillah, saya pun sudah menulis 47 buku hingga kini. Dan tahun 2024 ini, insya Allah akan terbit 3 buku lagi (2 buku menulis bersama mahasiswa dan 1 buku hasil disertasi). Waktunya sama, tapi masih bisa berbuat baik dan menebar manfaat. Bahkan membuat mercusuar kebaikan seperti taman bacaan sebagai ladang amal dan “warisan” yang ditingalkan kelak.