Secara praktis pada saat bersamaan hal itu memupuk budaya demokrasi bukan pada politisasi agama.
Permasalahannya, selama proses Pilkada Putaran pertama, hingga hari ini, publik disuguhi cara-cara yang tidak fair.
Gerakan-gerakan massa yang mengatas namakan agama berturut-turut sejak proses putaran pertama menuntut agar Calon Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama ditangkap dan dipenjarakan karena dianggap telah menistakan agama Islam.
Gerakan massa yang demikian massif praktis mempengaruhi proses Pilkada. Bagi mereka yang belum memahaminya, melihat fenomena itu sebagai murni moral.
Sebaliknya DPN Rumah Gerakan 98 menilai, jika memang murni moral, aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian telah memproses laporan tentang hal itu, lalu dilanjutkan ke tingkat yudisial oleh kejaksaan di pengadilan, sebagai aspirasi, hal itu seharusnya sudah terjawab.
Kenyataannya, kendati proses hukum sudah berjalan, dan belum sampai vonis, apalagi tingkat putusan hukum berkekuatan tetap, namun tuntutan untuk memenjarakan Ahok tidak surut.
Di sinilah kami menilai, bahwa gerakan untuk memenjarakan Ahok, termasuk dalam aksi 313, Jumat, 31 Maret 2017 merupakan gerakan yang berkelindan dengan tendensius untuk memenangkan Paslon Gubernur Anies – Sandiaga, dan mengalahkan Paslon Gubernur Basuki-Djarot di ajang Pilkada DKI.