Oleh: Syarifudin Yunus, Pegiat Literasi TBM Lentera Pustaka
Sedih dan mengenaskan mendengarnya. Salah satu toko buku legendaris dan bersejarah di Indonesia, “Gunung Agung” mengumumkan akan menutup secara permanen pada tahun 2023 ini. Sekitar 350 pekerja pun akan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Toko buku Gunung Agung bangkrut dan akhirnya menyerah di tengah persaingan bisnis yang kian ketat. Prihatin, buku yang katanya jendela ilmu pengetahuan pun kian terpuruk dari belenggu gaya hidup yang kian terbuka.
Tentu, ada banyak pikiran yang membuncah di balik “kematian” Toko Buku Gunung Agung yang legendaris. Salah satu toko buku favorit saya saat masih sekolah, dari sejak di SDN Kenari 12 Salemba, SMPN 216 Salemba, dan SMAN 30 Rawasari. Gunung Agung ya toko buku yang sering dikunjungi anak0anak sekolah pada zamannya, di samping toko buku lapakan di Kawasan Kwitang Jakarta. Adalah bukti, toko buku konvensional ke depan pasti akan “berjatuhan” dan memakan korban akibat keganasan era digital.
Setelah membaca berita bangkrutnya Toko Buku Gunung Agung, setidaknya ada 3 (tiga) titik yang jadi pusat perhatian saya. Akan pentingnya berubah dan adaptasi terhadap dinamika zaman, di samping pentingnya peran negara untuk hadir menjaga iklim perbukuan dan budaya literasi di masyarakat. Agar esok, jangan ada lagi “kematian-kematian” baru yang terkait dengan buku dan budaya membaca di bumi Indonesia.