Menurut Boyamin dalam keterangan resminya, mengatakan lahan tersebut terdiri dari Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 97,98, dan 99 yang diterbitkan oleh Kantor BPN Jakarta Timur pada tanggal 31 Juli 2001 dengan masa berlaku hingga 31 Juli 2021 atas nama pemilik Yayasan Kongregasi Suster-Suster Carolus Borromeus dengan luas keseluruhan sekitar 4 hektar.
“Berdasarkan data tersebut terdapat hal-hal yang memperkuat telah terjadinya dugaan korupsi pembayaran pembelian lahan oleh PD Sarana Jaya kepada sebuah perusahaan yang mengaku memiliki lahan tersebut yaitu: satu bahwa lahan tersebut dimiliki oleh sebuah Yayasan sehingga tidak bisa dijual kepada sebuah perusahaan bisnis swasta,” kata Boyamin, Jumat (19/3/21).
Lahan yayasan kata dia, hanya boleh dialihkan kepada yayasan lain untuk digunakan tujuan fungsi sosial, hal ini berdasar ketentuan Pasal 37 Ayat (1) huruf B Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 Tentang Yayasan.
“Semestinya sejak awal PD Sarana Jaya mengetahui tidak bisa membeli lahan tersebut karena lahan dimiliki oleh sebuah yayasan yang kemudian dijual kepada perusahaan swasta yang mana dilarang oleh UU Yayasan, sehingga dengan melakukan pembayaran kepada sebuah perusahaan swasta sekitar Rp200 Miliar adalah sebuah bentuk pembayaran yang tidak diperolehnya sebuah lahan yang clear and clean serta berpotensi kerugian total lost ( uang hilang semua tanpa mendapat lahan ),” sebutnya.